pita deadline

pita deadline

Selasa, 25 April 2017

Upaya Mengurangi Kematian Mendadak Gagal Jantung dalam The 4th InaHRS 2016

InaHRS kembali menyelenggarakan pertemuan ilmiah tahunan. Kali ini membahas upaya mengurangi “sudden cardiac death”. Berbagai upaya dan teknologi terbaru ditampilkan.

Konferensi pers penyelengaraan InaHRS ke-4 2016.

SEJUMLAH ruangan Hotel Westin Jakarta lebih ramai dari biasanya. Ratusan dokter spesialis tampak sibuk mengadakan pertemuan penting. Inilah acara Indonesia Heart Rhythm (InaHRS) yang kembali menggelar pertemuan ilmiah tahunan yang ke empat pada 7-­8 Oktober 2016.
Ketua Penyelenggara InaHRS ke-­4, Dr Faris Basalamah, SpJP mengatakan setidaknya ada 700 peserta yang berpartisipasi mengikuti 10 workshop dan 42 sesi simposium ini. Ada sekitar 120 naskah abstrak penelitian yang dipresentasikan secara lisan dan poster. Para ahli jantung dalam dan luar negeri juga turut hadir. Terlihat juga beberapa industri farmasi dan alat kesehatan dari dalam dan luar negeri yang memamerkan inovasi­inovasi terbaru penanganan terbaru aritmia.
Yang menjadi andalan dalam pertemuan kali ini, lanjut Faris, adalah ada live demo tentang implantasi teknologi mutakhir dalam penyakit jantung. Yakni penerapan leadless pacemaker atau alat pacu jantung tanpa kabel kepada pasien secara langsung. “Pemasangan alat yang berukuran kecil ini langsung ditayangkan dari RS Jantung Harapan Kita yang ditransmisikan ke ruang simposium di Hotel Westin,” kata Faris kepada wartawan.
Sebab itulah, tema yang diangkat untuk pertemuan ilmiah kali ini adalah Enhanced Diagnosis, Reduced Sudden Cardiac Death. “Pertemuan ini diharapkan dapat mengangkat pemikiran pentingnya meningkatkan kemampuan diagnosis aritmia untuk mencegah kejadian kematian mendadak gara-­gara jantung bermasalah,” kata Presiden InaHRS Dr dr Yoga Yuniadi, SpJP(K).
Salah satu penyakit itu dikenal sebagai gejala aritmia ventrike (AV). “AV terjadi ketika jantung berdenyut sangat cepat yakni 250 kali per menit, sehingga tidak menghasilkan gerakan mekanik memompa darah. Kondisi ini sama saja dengan henti jantung mendadak,” ujar Yoga di sela­-sela simposium kepada wartawan. Menurutnya, serangan AV akan membuat orang pingsan dan sangat beresiko terkena stroke lagi. “Bahkan berujung kematian bila tidak ditolong kurang dari empat menit,” katanya. Jika pun selamat dari serangan, dalam kondisi terparah, korban bisa mengalami vegetative state, semua organ berfungsi tetapi tidak akan kembali ke kesadarannya dan hidup bergantung pada mesin.
Sebab itulah pertemuan InaHRS kali ini berupaya mendalami soal kematian mendadak karena jantung. “InaHRS yang merupakan kelompok kerja dari PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia) memiliki anggota 22 orang yang kesemuanya adalah ahli penyakit jantung yang mendalami aritmia. Keilmuan inilah yang terus kita update. Masih sedikitnya dokter ahli aritmia diimbangi dengan berbagai program InaHRS untuk meningkatkan kompetensi dokter ahli jantung dan dokter umum dalam tatalaksana aritmia,” kata Yoga.
Selain itu, tentu tak lengkap rasanya jika tidak dibarengi dengan berbagai program pencegahan. Antara lain dengan mengadakan crash program pelatihan pemasangan alat pacu jantung, membuat aritmia networking untuk empowering para dokter umum di daerah, “Sehingga saat menghadapi persoalan aritmia dapat terhubung dengan ahli aritmia secara online dan gratis,” tutur Yoga.
InaRHS bersama Perki juga melaksanakan beragam kampanye peduli jantung, mulai dari memahami penyakitnya, cara menghindari stroke dan serangan jantung dan sebagainya. Mereka juga menggelar pemeriksaan EKG gratis di mall-­mall di seluruh Indonesia dengan target sebanyak 25.000 peserta dalam kurun waktu seminggu. “Ada di Aceh, Medan, Batam, Pekanbaru, Padang, Bengkulu, lalu seluruh kota di Jawa. Di Makassar, NTB dan Bali untuk fasilitas pelayanan kesehatan. Saya belum dengar untuk Papua sih. Kalau Yogyakarta dilakukan di suatu desa atau posyandu,” kata Yoga lagi.

 [Tim InaHeartnews]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar