pita deadline

pita deadline

Jumat, 13 Januari 2017

Mari Selaraskan Budaya Lokal!

PERKI Makassar & Yogyakarta

KUMISNYA melintang melewati bibir. Matanya tajam melotot, bersemangat dengan tangan merentang menyapa siapa pun yang melihat. Dia mengenakan sarung sutra dan Passapu merah, topi tradisional khas Makassar, lengkap dengan kaos putih dengan gambar jantung besar di dada. Wow, siapakah gerangan? Itulah maskot Perki Makassar, sang “Daeng Jantung”, begitu ia disapa.
Daeng Jantung memang hampir selalu hadir dalam tiap kegiatan Pengurus Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki) Makassar. Daeng inilah yang menampilkan nuansa adat istiadat dalam aktivitas Perki Makassar. “Daeng Jantung menggambarkan karakter pria Bugis Makassar yang berani dalam menegakkan kebenaran sekaligus memiliki sifat yang ramah dalam menerima kunjungan kerabat,” tutur DR. Dr. Idar Mappangara, SpPD, SpJP, FIHA, FINASIM, FICA, Ketua Perki Makassar kepada InaHeartnews.
Idar menunjukkan tak hanya pada maskot saja, nuansa adat istiadat itu juga terlihat pada pemilihan seragam kegiatan. “Contohnya pada kegiatan rutin tahunan Makassar Cardiovascular Update (MCVU) 2016, Agustus lalu, seragam yang digunakan adalah kain sutra Sengkang dan sutra bercorak huruf Lontara,” tutur Idar.
Sejak didirikan pada 1982 yang dipelopori oleh Prof. Dr. Junus Alkatiri, SpPD, SpJP(K) dan Prof. DR. Dr. Santa Jota, SpPD, SpJP(K), Perki Makassar kini telah memiliki 31 anggota. “Sebanyak 10 orang telah terdaftar di database Perki Pusat, sedangkan selebihnya menunggu pelantikan pengurus baru periode 2016-2018,” kata Idar. 
Kegiatan ilmiah yang rutin dilaksanakan adalah Pelatihan Kardiovaskular yang telah terjadwal setiap dua bulan berselang seling, misalnya EKG Dasar, Basic Cardiac Life Support (BCLS), dan Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS). Jumlah peserta untuk pelatihan ini mencapai sekitar 35 orang/kelas. “Untuk ACLS sendiri sampai 2016 telah dilaksanakan 68 kali, BCLS 29 kali, EKG Dasar 50 kali dan EKG Advanced 8 kali (dilaksanakan setahun sekali),” kata Idar.
Untuk kegiatan akbar tahunan, yang telah dilaksanakan sejak 2001 adalah Simposium MCVU dengan jumlah peserta rata-rata 300-500 orang per tahun. Selain itu terdapat kegiatan ilmiah berupa workshop, simposium mini yang pelaksanaannya bekerjasama dengan pihak luar, seperti farmasi dengan peserta yang berasal dari anggota Perki Makassar maupun wilayah Indonesia Timur.
“Ada pula kerjasama ilmiah berupa workshop dengan Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan, dan lain-lain dengan peserta berasal dari instansi masing-masing,” tutur Idar. Animo peserta dalam menyikapi kegiatan tersebut, lanjut Idar, mengalami peningkatan setiap waktu. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan kerjasama dari pihak luar untuk melaksanakan pelatihan kardiovaskular.
Perki Makassar juga telah rutin mengadakan kerja sama pelayanan kesehatan. Misalnya dengan pihak manajemen rumah sakit di daerah, “Yaitu dengan RS Sorowako, Palopo, Pare Pare dan Polman. Kunjungan ke rumah sakit daerah dilaksanakan terjadwal sebulan sekali,” tutur Idar.
Selain itu karena anggota Perki Makassar sudah banyak dan ditempatkan di Rumah Sakit daerah maka hal ini berimbas pada jumlah rujukan penderita kardiovaskular yang dikirim ke Makassar lebih tepat sasaran.
Tentu saja, aktivitas Perki Makassar tak melulu yang serius. Kegiatan santai dan keakraban juga rutin dilaksanakan. Mulai dari sepeda santai, funwalk dan senam jantung sehat. Kegiatan ini selain diikuti oleh anggota Perki Makassar, juga melibatkan masyarakat sekitar. Tak hanya itu, anggota Perki Makassar juga banyak terlibat dalam bakti sosial, sekaligus wisata, misalnya ke Pulau Balang Lompo, Pangkep, Mei silam. Aktivitas rekreasi ini, menurut Idar, akan terus memelihara jalinan kerja sama dan kebersamaan antar anggota Perki Makassar dan antar warga sekitar.
Nah, yang menarik dalam berbagai kegiatan tersebut, pengurus Perki selalu menghidangkan makanan khas Makassar. Mulai dari pisang ijo (pisang yang dilapisi tepung berwarna hijau dan disajikan dengan saos putih dan sirup khas Makassar), barongko (kue dari pisang dihaluskan dan dibungkus menggunakan daun pisang), bassang (bubur jagung), dan coto (hidangan sup berisi daging dan jeroan) serta lainnya. “Selain itu hidangan yang paling sering disajikan adalah jenis makanan seafood yang merupakan salah satu wisata kuliner andalan di Sulawesi Selatan, misalnya ikan bakar, kepiting, udang dan sebagainya,” tutur Idar lagi.



Perki Yogyakarta: mari berkunjung
Menyelaraskan kegiatan ilmiah maupun santai dengan keberagaman khas budaya setempat juga sudah menjadi hal rutin bagi Perki Yogyakarta.
Perhimpunan ini berdiri dan dibentuk pada 2004. Adalah Dr. RM Arjono SpPD, SpJP(K) menjadi ketua Perki Yogyakarta pertama. Sekian tahun berdiri tumbuh dan berkembang menjadikan lembaga ini semakin besar. Hingga hari ini Perki Yogyakarta telah memiliki anggota sebanyak 29 anggota SpJP.
“Keseluruhan anggota Perki Yogya menunjukkan adanya keberagaman yang menyatukan. Para anggota tidak hanya dokter alumni dari UGM saja, tetapi berasal dari UI, Unair, Unpad, UNS, Undip, Unbra dan lain-lain,” tutur Dr. Hariadi Hariawan SpPD, SpJP(K), FIHA, FINASIM, FICA, FAsCC, FAPSIC, yang telah menjadi Ketua Perki Yogya, untuk dua periode berturut-turut.
Menurut Hariadi, keberagaman inilah yang membuat Perki Yogyakarta bernuansa “sangat Indonesia”. “Lahir dan tumbuh di kota Kraton menjadikan Perki Yogyakarta memiliki ciri khas yang memadukan citarasa modern namun tetap dengan warna tradisi Kraton yang kental,” kata Hariadi.


Hal itu kemudian tercermin dari berbagai kegiatan rutin yang diluncurkan Perki Yogyakarta. Tak hanya yang ilmiah tetapi juga yang santai. “Ciri khas tersebut antara lain melahirkan paguyuban pesepeda yang diikuti oleh anggota Perki senior dan junior. Mereka kemudian mendirikan Cardiac Cycling Community Yogya. Paguyuban ini rutin mengadakan kegiatan olahraga bersepeda minimal tiap dua minggu sekali dengan rute penjelajahan di area Yogya dan sekitarnya.
Acara sepeda santai ini, selain untuk olahraga dan kebersamaan, juga sekaligus memupuk kecintaan anggota terhadap budaya Indonesia yang tersaji di Yogyakarta. Candi Prambanan dan Taman Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri, merupakan rute pilihan. Di rute ini pesepeda akan disuguhi pemandangan pedesaan yang memanjakan mata, dengan tantangan jalan yang tidak menanjak membuat kayuhan kaki tetap terjaga. “Di garis finish kita akan disuguhi oleh kecanggihan dan keanggunan arsitektur Jawa kuno yang menakjubkan, hasil karya budaya yang tidak kalah dengan Colosseum di Roma atau menara Pisa di Paris.
Setelah lelah bersepeda dilanjutkan dengan menikmati kuliner khas Yogyakarta. Salah satu menu wajib adalah gudeg Yogya yang lezat. “Rasanya tidak ke Yogya kalau belum mencicipi makanan khas kota Pelajar ini. Citarasa yang menyuguhkan rasa manis gurih dan krecek yang pedas di dalam satu masakan yang sangat memikat lidah. Juga dengan wedang uwuh untuk menghilangkan dahaga. Kesan pertama terkadang membuat penasaran pencicipnya, setelah mencobanya tak elak rindu ingin datang kembali ke Yogya,” katanya.
Lantas Perki Yogyakarta mengundang para sejawat lain untuk bertandang ke kota budaya itu. “Jadi kapan rawuh (datang) ke Yogya lagi?” tanya Hariadi.
[Tim InaHeartnews]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar