pita deadline

pita deadline

Jumat, 24 April 2015

Penyalahgunaan Aspirin pada 1 dari 10 Pasien Risiko Rendah di Klinik Jantung

Lebih dari 10 % pasien yang merupakan perwakilan sampel dari poliklinik jantung di Amerika Serikat mengkonsumsi aspirin dengan “tidak tepat” untuk pencegahan primer penyakit kardiovaskular; hal tersebut dikarenakan risiko 10 tahun mereka untuk terserang penyakit kardiovaskular kurang dari 6% menurut penelitian terbaru.
Penelitian tersebut, dipublikasikan pada 20 Januari 2015 oleh Journal of the American College of Cardiology, menemukan bahwa pengunaan aspirin yang tidak tepat dalam berbagai praktik kardiologi bervariasi mulai 0% hingga 70%. 
Karena aspirin tersedia luas di pasaran, tidak semua penyalahgunaan aspirin dikarenakan oleh peresepan aspirin; dalam beberapa kasus, pasien seringkali memutuskan untuk mengkonsumsinya sendiri, ujar penulis senior Dr Salim S Virani (Michael E DeBakey Veterans Affairs Medical Center, Houston, TX) kepada Heartwire. 
Bagi kardiolog, pesan yang disampaikan yaitu “bagi semua pasien yang diresepkan aspirin (untuk pencegahan primer) atau mereka yang mengkonsumsi aspirin sendiri, harus dibiasakan memperhitungkan risiko penyakit kardiovaskularnya dalam 10 tahun, kemudian berdiskusi dengan pasien tentang risiko dan keuntungannya” ujar beliau. 
Riset ini mengidentifikasi sebuah bagian penting untuk perbaikan kualitas, yang mempunyai efek bermakna. Aspirin digunakan oleh sekitar 36% populasi di Amerika Serikat, beliau menambahkan “Pengunaan aspirin dengan lebih ilmiah berpotensi untuk memperbaiki keluaran kardiovaskular dan mencegah kerugian yang disebabkan oleh medikamentosa pada semua pasien yang datang ke klinik kami.” 
Studi lebih lanjut dibutukan untuk menginvestigasi luasnya variasi praktek penggunaan aspirin yang tidak tepat untuk pencegahan primer pada pasien risiko rendah dan untuk mengevaluasi keuntungan dari pengunaan aspirin pada pasien dalam terapi statin, penulis pertama Dr Ravi S Hira (Baylor College of Medicine, Houston, Texas) dan kolega menambahkan. 
Para peneliti mengidentifikasi 254.399 pasien yang berkunjung pada 119 klinik kardiologi Amerika Serikat yang merupakan bagian dari National Cardiovascular Disease Registry Practice Innovation and Clinical Excellence (PINNACLE) dan memakai aspirin selama bulan Januari 2008 hingga Juni 2013. Kriteria eksklusi sampel antara lain pasien yang memakai aspirin untuk prevensi sekunder penyakit kardiovaskular dan yang menggunakan warfarin, clopidogrel, ticlopidine, dan atau kombinasi aspirin-dipiridamol lepas lambat. 
Hira dkk menggunakan kalkulator risiko Framingham (berdasarkan usia, jenis kelamin, hipertensi, diabetes, merokok, kolesterol total dan HDL, tekanan darah sistolik, dan obat-obatan hipertensi) untuk menghitung risiko 10 tahun pasien untuk penyakit kardiovaskular. 
Hingga tiga-perempat pasien (72,9%) memiliki variabel yang tidak lengkap, terutama kadar kolesterol, sehingga hanya terdapat 68.808 pasien yang skor risikonya dapat dihitung. 
Para peneliti memakai risiko “konservatif” penyakit kardiovaskular 10 tahun kurang dari 6% sebagai indikator penyalahgunaan aspirin untuk pencegahan penyakit kardiovaskular primer, meskipun menurut beberapa pedoman, penggunaan yang tidak tepat terjadi pada risiko dibawah 10 %, tegas Virani. 
Mereka menemukan bahwa 11,6% pasien yang menggunaan aspirin memiliki risiko penyakit kardiovaskular 10 tahun kurang dari 6%. 
Pasien yang mengggunakan aspirin dengan tidak tepat jika dibandingkan dengan yang seharusnya cenderung lebih muda (usia rata-rata 49,9 tahun dibandingkan 65,9) dan lebih sering wanita (79,7% dibadingkan 52,6%). 
Adjusted median rate ratio (MRR) untuk penggunaan aspirin yang tidak sesuai dalam berbagai praktik klinik yang berbeda adalah 1,63, yang berarti terdapat kemungkinan 63% bahwa jika ada dua pasien “identik” yang tampak di dua tempat praktik berbeda, satu pasien mungkin telah menggunakan aspirin dengan tidak tepat. 
Setelah peneliti mengeksklusi wanita dengan usia lanjut dan pasien dengan diabetes (yang lebih diuntungkan jika mendapat aspirin) serta menyingkirkan penggunaan statin – yang meningkat selama periode studi – penggunaan yang tidak sesuai dan MRR relatif tidak berubah.

Studi Menekankan Pentingnya untuk Memperhitungkan Risiko yang Mendasari 
Diminta untuk berpendapat, Dr. Francisco Lopez-Jimenez (Mayo Clinic, Rochester, MN) berkata bahwa “Pesan yang paling penting adalah untuk mengenal bahwa ada masyarakat yang mengkonsumsi aspirin percaya bahwa mereka sedang melindungi dirinya dari serangan jantung saat sesungguhnya mereka sedang memaparkan dirinya terhadap risiko [perdarahan] dari aspirin dan mungkin sekali tidak ada keuntungannya sama sekali. Hal tersebut mungkin mewakili jutaan orang lainnya, seiring dengan luasnya penggunaan aspirin” tegas beliau. 
Menurut Lopez, tulisan tersebut sangat baik dalam menekankan bahwa klinisi wajib menentukan risiko dasar pasien untuk mengalami kejadian kardiovaskular. “Mungkin salah satu cara untuk menilai risiko tersebut adalah dengan menggunakan AHA pooled-cohort calculator,” yang juga memperhitungkan ras sama halnya dengan petanda risiko Framingham, sarannya. 
Pada sebuah editorial serupa[2], Dr. Freek WA Verheught (Radboud University, Amsterdam, Netherland) menyatakan bahwa hasil karya Hira et al “unik dan penting,” karena hampir seluruh uji klinis yang melihat bahwa penggunaan aspirin sebagai pencegahan primer penyakit kardiovasular dilakukan pada praktek dokter umum.
Walaupun “Ahli jantung biasanya mendapatkan pasien dengan penyakit jantung simptomatik, yang dalam pencegahan primer, namun mungkin juga ada pasien tanpa penyakit jantung koroner yang menemui ahli jantung untuk alasan lainnya, seperti nyeri dada atipikal, aritmia, atau gagal jantung dan mereka dengan risiko kejadian koroner,” kata beliau. 
“Karena itu, pada praktek kardiologi penting bahwa faktor risiko harus dinilai dan mulailah terapi profilaksis yang tepat,” menurut beliau, sesuai dengan penelitian penulis dan Lopez. 
Risiko perdarahan ekstrakranial yang terkait aspirin “mungkin akibat strategi pencegahan lainnya [termasuk statin] seringkali diterapkan dan digunakan secara luas pada praktik kardiologi,” menurut Verheugt. “Karena itu, penggunaan aspirin harus dihindari, terutama pada populasi pasien yang lebih muda, seperti yang didemonstrasikan pada studi sekarang”. (Ref: Marlene Busko. Misguided Aspirin Use in 1 in 10 Low-Risk Heart-Clinic Patients: Study. Medscape. Jan 12, 2015.)
Stephanie Salim 

Referensi:
1. Hira RS, Kennedy K, Nambi V, et al. Frequency and practice-level variation in inappropriate aspirin use for the primary prevention of cardiovascular disease: insights from the National Cardiovascular Disease Registry's Practice Innovation and Clinical Excellence Registry. J Am Coll Cardiol 2015; 65:111–21. Abstract.
2. Verheugt FWA. The role of the cardiologist in the primary prevention of cardiovascular disease with aspirin. J Am Coll Cardiol 2015; 65:122–23. Editorial

Tidak ada komentar:

Posting Komentar