pita deadline

pita deadline

Rabu, 14 Mei 2014

Qalbu dalam Perspektif Cardio Neuro Science: Spiritualitas berbasis Tauhid Mengaktifkan Otak Kanan

Oleh: Manoefris Kasim

TRANSPLANTASI Jantung telah dirintis oleh Dr. Christian Barnard dari Afrika Selatan pada tahun 1967. Salah satu pasiennya, Dirk van Zyl yang mendapatkan transplantasi Jantung melalui tangan beliau (1971), dapat hidup sampai 23 tahun. Kurang lebih 21% pasien yang mendapatkan jantung baru ini mengalami perubahan-perubahan personaliti dan emosi paralel dengan riwayat emosi dan personaliti dari donornya.(1,2) Tahun 1995 seorang pasien namanya Sonny Graham mendapatkan jantung baru dari Terry Cottle usia 33 thn yang meninggal bunuh diri dengan menembak kepalanya dengan pistol (Atheist, committed suicide). Satu tahun kemudian Sonny Graham ingin memberikan ungkapan terima kasih kepada Cheryl janda dari Terry Cottle yang telah menyelamatkan hidupnya ini. Ketika Sonny bertemu dengan Cheryl langsung jatuh cinta. Gayung bersambut akhirnya mereka menikah. Tragedi, sebelas tahun menjalani hidup dengan Cheryl, akhirnya Sonny Graham mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri menembak kepalanya dengan pistol, persis dengan cara yang sama seperti yang dilakukan Terry Cottle untuk mengakhiri hidupnya.(3) Antrian untuk mendapatkan donor tidak mudah, sementara penyakit jantung pasien makin memburuk untuk segera mendapatkan donor transplantasi. Dikembangkanlah jantung buatan dari bahan Titanium, namanya Jantung buatan ‘JARVIK’, yang salah satunya ditanamkan pada Peter Houghton pada tahun 2000, dan berfungsi dengan baik. Dia melaporkan perubahan personalitinya dengan jantung buatan ini. "Saya menjadi kurang mempunyai sifat simpati/empati, seperti ‘COLD HEARTED’, tidak bisa lagi merasa dekat dengan orang-orang yang selama ini dekat dengan saya. Aneh,.. tapi saya tidak bisa mengelakannya, saya tidak lagi punya rasa cinta/love, tidak juga punya rasa benci, emosi saya berubah… tidak tahu kenapa. Saya tidak bisa kendalikan ini", ungkapnya… "Saya ini part man, part machine… seperti model 'CYBORG'. Akhirnya dia meninggal, setelah 7 tahun lamanya ditemani dengan jantung buatan ini.(4) Marilah kita kembali pada petunjuk Al Quran: "Nantilah Ku-perlihatkan kepada mereka ayat-ayat-Ku di alam semesta ini dan didalam dirimu, sehingga jelaslah bagi mereka,.. Aku lah yang HAQ/benar" (Fushshilat (41): 53). Dengan berjalannya waktu melalui penelitian dari saintis kebenaran Allah akan selalu kita buktikan, baik di alam semesta seperti baru-baru ini (Agustus 2013), Peter Higgs dari UK mendapatkan NOBEL prize dalam bidang ASTRO FISIKA modern yang berhasil membuktikan adanya partikel sub atom yg mempunyai massa, dimana alam semesta ini, planet, matahari, dan bumi serta isinya termasuk manusia diciptakan dari unsur sub atom tersebut. Teori sub atom ini tentang adanya GOD PARTICLE, sudah dituangkan oleh Abdus Salam tahun 1970 yang lalu, dia seorang saintis ASTRO FISIKA dari Pakistan yang terilhami Al Quran, surat Al MULK (67): 3-4, tentang keteraturan keseimbangan alam semesta beserta planet dan mataharinya yang dikendalikan oleh Allah yang bersemayam di ARSY. Yang akhirnya membawa dia mendapatkan NOBEL PRIZE thn 1979 ketika dua ahli astro fisika dari USA dan Italy berhasil membuktikan teori Abdus Salam Standard Particle of Physics, dikenal dengan teori gaya lemah dan gaya kuatnya.(5) Nah bagaimana pula di dalam diri manusia, ayat-ayat apa yang merupakan bukti-bukti kebenaran Allah? Banyak sekali, ini area dari ilmu kedoteran dan tubuh manusia. Marilah kita kembali pada pokok bahasan kita, berkenaan dengan QALBu,… perhatikan Al Quran surat Al-Araf (7): 179 ketika Allah berfirman, "Aku jadikan neraka jahanam dari kebanyakan Jin dan manusia, mereka punya QALBu tapi tidak memahami, punya mata tapi tidak melihat, punya telinga tapi tidak mendengar. Itulah mereka hewan bahkan lebih sesat lagi, itulah mereka yang lalai." Arti QALBU dari Al Qalb yang artinya Jantung. Bukankah hadis mengatakan, "Dalam tubuh ada segumpal daging, bila dia baik baiklah seluruh tubuh, dan apabila dia buruk maka buruklah seluruh tubuh, itulah Qalb (jantung)". Coba perhatikan surat Al-Hajj (22): 46, ketika Allah berfirman, "Tidakkah kamu melakukan perjalanan di muka bumi ini, mereka punya QALBu (Jantung) tapi tidak berfikir/memahami, punya telinga tapi tidak mendengar, bukanlah mata itu yang buta, tapi QALBu (jantung) itu buta yang berada di dalam dadamu". Jelas sudah bahwa arti QALBu adalah organ Jantung, bukan hati/liver ataupun sesuatu yang abstrak tidak berwujud, bukan,.. bukan itu. Pertanyaannya sekarang ada apa didalam jantung? Selama ini kita hanya tahu kalau jantung itu alat untuk memompakan darah keseluruh tubuh. Seperti yang diceritakan oleh Claire Sylvia (47 thn) wanita yang mendapatkan donor jantung dari seorang anak laki-laki remaja usia 18 thn meninggal karena kecelakaan sepeda motor. Segera setelah operasi transplantasi jantung, personaliti dan emosinya berubah, dia heran tapi tidak bisa melawan itu. Kini dia jadi suka makan kentucky fried chicken, minum-minum beer, dan perilaku lebih maskulin cara berjalannya seperti laki-laki. Tidak tertarik pada pria, ia lebih tertarik pada wanita. Ia selalu mimpi bahwa donor jantungnya bernama TIM L, akhirnya ia menemukan keluarga donor jantungnya, dan benar namanya adalah TIM L.(6) Adanya perubahan-perubahan .......... 
(BERSAMBUNG)

(untuk baca artikel sambungannya, klik disini)

Rabu, 07 Mei 2014

The 1st INACC 2014: Sebuah Evolusi dalam Bidang Cardiovascular Intensive Care

Pemukulan gong oleh dr. Irmalita, SpJP(K), FIHA tanda dibukanya acara 1st INACC Meeting 2014 
di Ritz Carlton Hotel, Jakarta, didampingi Ketua Perki Pusat, Prof. DR. Dr. Rochmad Romdoni, SpPD, 
SpJP(K), FIHA, FAsCC dan Ketua Panitia, dr. Daniel P.L. Tobing, SpJP(K), FIHA.

MULAI 31 Januari sampai 1 Februari 2014, bertempat di Ritz Carlton Hotel, Mega Kuningan Jakarta, telah diselenggarakan The 1st Indonesian Intensive and Acute Cardiovascular Meeting atau 1st INACC Meeting 2014. Suatu pertemuan yang menitikberatkan pada penatalaksanaan kasus-kasus kardiovaskular di bidang intensive care, acara semacam ini merupakan kali pertamanya diselenggarakan.
Sesuai dengan temanya, evolution in intensive and acute cardiovascular care, acara yang diketuai oleh dr. Daniel P.L. Tobing, SpJP(K), FIHA ini mencoba mengupas mengenai penatalaksanaan terbaru dan termutakhir seiring berkembangnya ilmu dan teknologi alat kesehatan, terutama dalam bidang cardiovascular critical care.
Acara INACC diselenggarakan dengan meriah selama dua hari. Di hari pertama, terdapat enam workshop yang dilaksanakan secara paralel di tiga ruangan dan dibagi dalam dua waktu, 07.30 - 12.00 dan 13.30 - 17.00. Keenam workshop tersebut adalah intra aortic balloon pump (IABP), Shock and acute heart failure, antiocagulant in critical care unit, hemodynamic monitoring, and ABC of mechanical ventilation in ICCU. Workshop dilaksanakan dengan baik dan setiap ruangan workshop selalu dipadati oleh peserta yang berjumlah antara 30-40 orang. Para penyelenggara workshop pun senantiasa bersemangat dan menarik dalam menyelenggarakan acara, seperti saat mempraktekkan pemasangan central venous catheter, atau menghadirkan alat ventilator dan IABP untuk dipraktekkan.
Hari kedua diisi dengan symposium yang diselenggarakan di Ballroom II Hotel Ritz Carlton sejak pukul 07.30 hingga 17.30. Symposium mengangkat topik-topik yang menarik dan ilmu-ilmu baru yang bermanfaat. Dibuka dengan Evidence in Primary PCI: Procedure, Techniques, and Management, acara dilanjutkan dengan plenary session yang membahas evolusi dalam bidang kardiovaskular intensif serta perkembangan ilmu ini sejak dahulu hingga masa kini. Selain itu, dibahas pula perkembangan pendidikan dan pelatihan dalam bidang cardiovascular critical care unit.
Contoh topik-topik yang hadir adalah; Reperfusion Strategy in Non PCI Capable Hospitals, Biomarker in ACS, Step by Step Management of Acute Heart Failure, Ventilation Strategy in Cardiogenic Respiratory Failure, Perioperative Care for Patients Undergoing Cardiac Surgery, Circulatory Failure in Intensive Care: How to use Inotropics and Vasopressors, Bleeding Risk Assessment and Management in Cardiac Intensive Care, Arrhythmia in ICCU, Current Use of Intra-Aortic Balloon Pump in Cardiogenic Shock: Pros and Cons, Acute Kidney Injury in Intensive Care: Focused on Contrast-induced Nephropathy and CVVH, The role of Echocardiography in Differentiating the Etiology of Circulatory Failure, The Management of Hypertensive Emergency, The Indispensable Role of Ultrasound in Emergency and Modern CCU.
INACC diikuti oleh kurang lebih 302 peserta dari berbagai pelosok di Indonesia. Sesuai dengan tujuan awal INACC yang berusaha merangkul tenaga medis profesional dari berbagai kalangan, peserta acara ini pun sangat beragam, mulai dari dokter spesialis jantung, para residen kardiologi dari berbagai FK di Indonesia, dokter umum (terutama yang bekerja di bagian rawat intensif), perawat, dan mahasiswa  kedokteran.
Untuk penyelenggaraannya yang pertama, INACC tergolong sukses dan meriah. Berkat dukungan dari PERKI, para sejawat kardiologi, dan mitra sponsor, acara ini berhasil menghadirkan suatu terobosan baru dalam misi memperkenalkan dan memajukan dunia kardiovaskular intensif, sehingga penanganan pasien ke depannya akan lebih baik lagi.
Dwita Rian Desandri

Biomarker untuk Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi yang Normal

GAGAL jantung merupakan masalah kesehatan publik yang utama dan akan berkembang besar dimana dihubungkan dengan mortalitas dan morbiditas yang subtansial. Secara klasik, gagal jantung dihubungkan dengan kontraktilitas kardiak yang terganggu dan dilatasi kardiak.
Pada dekade terakhir ini, telah menjadi bukti kuat bahwa beberapa pasien memperlihatkan gejala gagal jantung tetapi memiliki LVEF yang normal. Beberapa studi  melaporkan prevalensnya sekitar 50%.
Entitas ini sering kali dinamakan gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang normal (HFNEF), beberapa juga menyebutnya gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang tetap (HFPEF). Walau dengan pemahaman yang meningkat mengenai mekanisme yang mendasari penyakit tersebut, tetapi mekanisme yang pasti dan klasifikasi HFNEF masih tetap diperdebatkan.
Hipotesis sindroma tunggal, HFNEF dan HFREF dilihat sebagai dua spektrum akhir dari satu gagal jantung, perbedaan utama dari derajat dilatasi LV dan bentuk remodeling LV. Walau HFNEF merupakan karakteristik yang tipikal dari adanya disfungsi diastolik.
HFREF dihubungkan dengan penurunan kecepatan tissue Doppler miokard, dimana menyokong hipotesis sindroma gagal jantung tunggal. Sisi lainnya, teori yang dikemukakan berupa gagal jantung secara  klinis Nampak dan berkembang bukan seperti sindroma tunggal tapi sebagai dua sindroma, satu dengan LVEF terdepresi dan lainnya denagn LVEF yang normal serta mekanisme spesifik yang bertanggung jawab untuk terjadinya disfungsi diastolik, dimana teori ini didukung dengan pendapat struktural, fungsional dan biologi molekuler.
Walau ekokardiografi merupakan metode diagnostik non invasif yang sangat berguna dalam mengevaluasi disfungsi sistolik dan diastolik, namun seni penilaian berdasarkan ekokardiografi yang terbaru memiliki nilai prognostik yang terbatas pada gagal jantung.
Gagal jantung terjadi akibat peranan yang kompleks dari genetik, neurohormonal, inflamasi dan perubahan biokimiapada miosit dan interstitium kardiak. Walau kumpulan kejadian yang menuju ke arah perubahan ventrikel bermula pada tingkat seluler, penilaian fenomena ini memiliki nilai yang besar dalam memperbaiki prognostik.
Biomarker mungkin dapat memberikan informasi penting pada patogenesis gagal jantung, teapai mungkin memiliki nilai pemeriksaan klinis yang bermakna untuk mengidentifikasi pasien-pasien yang memiliki risiko gagal jantung, penegakan diagnosis gagal jantung, stratifikasi risiko dan monitoring terapi.
Walaupun banyak studi yang menginvestigasi nilai diagnostic dan prognostic biomarker baru dalam gagal jantung, kebanyakan studi tersebut hanya menggunakan pasien dengan HFREF saja. Dilakukanlah review sistematis dari studi epidemiologi pada asosiasi dari biomarker dengan kejadian HFNEF dan prognosis pasien HFNEF.
Biomarker yang utama diperiksa pada pasien HFNEF adalah stres miosit, inflamasi dan remodeling matriks ekstraseluler. Biomarker-biomarker tersebut menunjukkan peningkatan yang berbeda pada HFNEF dibandingkan dengan HFREF. Beberapa biomarker, termasuk penanda stress miosit, inflamasi, remodeling matriks ekstraseluler, faktor diferensiasi perteumbuhan 15 (GDF-15), cystatin C, resistin dan galectin 3, dimana kesemua biomarker tersebut dihubungkan dengan perkembangan HFNEF dan keluaran klinis HFNEF berupa morbiditas dan mortalitas.
Biomarker stress miosit yang paling sering diteliti adalah BNP. ProBNP  dibentuk di jantung sebagai akibat dari reaksi pelebaran dan distensi dinding kardiak serta aktivasi neurohormonal. Peningkatan konsentrasi BNP aktif di plasma akan menyebabkan natriuresis, vasodilatasi, inhibisi sistem renin angiotensin, aktivitas adrenergic dan memperbaiki relaksasi   miokard.
Tingginya kadar NT-proBNP plasma dihubungkan dengan keparahan disfungsi diastolic pasien HFNEF. Beberapa studi memperlihatkan tingkat peptide natriuretic plasma sebagai prediktor kuat mortalitas dan hospitalisasi baik pada pasien HFREF dan pasien dengan HFNEF.   
Biomarker stress miosit lainnya adalah adrenomedulin. Adrenomedulin merupakan hormone yang menurunkan resistensi vaskuler sistemik dan bersifat natriuresis serta memiliki efek diuresis. Dibentuk di beberapa organ, seperti jantung, paru dan ginjal.
Studi oleh Yu et al. menunjukkan bahwa konsentrasi tinggi plasma adrenomedulin ditemukan pada pasien HFNEF dibandingkan kelompok kontrol. Namun, tidak terdapat perbedaan bermakna kadar adrenomedulin Antara HFNEF dengan HFREF.
Biomarker inflamasi merupakan yang pertama kali dihubungkan dengan gagal jantung. Studi terdahulu menggunakan TNF, IL6 dan CRP. Sitokin proinflamasi tersebut mungkin berperan dalam terjadinya sindroma klinis gagal jantung dan perkembangan penyakit melalui efek yang tidak diinginkan pada endotel vaskuler, apoptosis miosit, induksi hipertrofi (IL6) dan dilatasi LV (TNF). CRP berkorelasi dengan tingkat keparahan dan prognosis gagal jantung. 
Matriks ekstraseluler memberikan skeleton untuk miosit dan mempengaruhi ukuran dan bentuk. Perubahan pada matriks ekstraseluler mungkin akan berhubungan dengan remodeling ventrikel dengan hasil akhir perburukan gagal jantung. Perubahan kolagen diatur oleh matriks metalloproteinase (MMP) dan inhibitor metalloproteinase jaringan (TIMP). MMP merupakan famili endopeptidase yang dapat mengurai kandungan interstitial.
Frantz et al. melaporkan terdapat peningkatan yang sama pada TIMP-1 pasien HFNEF dan HFREF. Naito et al. juga menemukan peningkatan yang sama pada  MMP-2 pasien HFNEF dan HFREF.
Homosistein secara tradisional dipercaya memiliki efek pro oksidatif, pro inflamasi dan vasokonstriksi serta menyebabkan disfungsi vaskuler endothelial. Studi eksperimental menunjukkan peningkatan kadar homositein mungkin berefek pada miokardium, menuju terjadinya hipertrofi ventrikel yang patologis dengan peningkatan kolagen yang tidak merata.
Konsentrasi homosistein secara signifikan meningkat pada pasien HFNEF. Namun, mekanisme patologis dan efek homosistein dari gagal jantung masih belum   dapat dijelaskan.
Faktor diferensiasi pertumbuhan 15 (GDF15) diduga sebagai penanda indikatif yang berbeda dari jalur stress miokard dan inflamasi. Beberapa studi menunjukkan  kadar GDF-15 lebih tinggi pada pasien  HFNEF dibandingkan kontrol. Studi tersebut menjelaskan bahwa GDF-15 sama baiknya dalam diagnostik dengan NT-proBNP dan kombinasinya secara signifikan akan memperpaiki diagmosis akurasi.
Fungsi renal dipercaya mempunyai peran penting dalam evolusi gagal jantung. Cystatin C merupakan marker fungsi ginjal. Cystatin C merupakan prediktor kuat pada mortalitas atau hospitalisasi, juga tetap sebagi prediktor independen yang kuat.
Resistin nampaknya diproduksi dan dilepaskan dari jaringan lemak. Walau, fungsi pastinya belum diketahui, dihubungkan dengan resistensi insulin dan respon inflamasi. Konsentrasi resistin dikorelasikan dengan risiko CAD, disfungsi renal dan  keluaran yang tidak baik pada pasien stroke. Resistin dihubungkan dengan insiden baik HFNEF dan HFREF.
Galectin 3 merupakan protein yang berhubungan dengan adesi sel, aktivasi sel, kemaatraktan, pertumbuhan sel, diferensiasi sel, aktivasi fibroblast dan apoptosis. Galectin 3 telah diperkenalkan sebagai biomarker baru dalam gagal jantung. Dihubungkan dengan peningkatan insiden gagal jantung dan mortalitas. Namun, kadar galectin 3 tidak berbeda bermakna Antara pasien HFNEF dengan HFPEF.
Biomarker-biomarker tersebut nampaknya menjanjikan sebagai alat diagnostic dan prognostic pasien dengan HFNEF. (Eur J Heart Fail 2013; 15: 1350-62)
SL Purwo

GALERI FOTO

The 1st; Indonesian Intensive and Acute Cardiovascular Meeting (1st INACC) 2014, pada tanggal 31 Januari - 1 Februari 2014, bertempat di Ritz Carlton Hotel, Jakarta.

 
  
 

Kardiologi Kuantum (25): Ruh Pendidikan Tinggi

“Tidak akan ada bom dan reaktor nuklir jika tidak ada teori kuantum.”
~ Presiden Cina Jiang Zemin~

SALAM Kardio, semangat, cita-cita, jiwa, dan ruh sering diungkapkan secara tertulis bukanlah sesuatu wujud fisik dan tidak jarang disebut sebagai ‘abstrak.’ Tentu saja banyak orang yang merasa kurang nyaman dengan sifat yang tidak konkret, kabur dan mudah menimbulkan multipersepsi tersebut. Apakah benar demikian? Ada baiknya kita renungkan juga kata-kata berikut ini: jiwa patriot, jiwa pendidikan, dan jiwa penelitian. Maka yang sedang dibicarakan sebenarnya adalah sifat-sifat tertentu yang dapat berubah, berkembang dan ada pasang surutnya.
Sesuai namanya, pendidikan tinggi mengajarkan (dan mengembangkan) ilmu yang paling tinggi, lebih atas tingkatannya dari pendidikan menengah, apalagi dasar, apa yang ditekuni benar-benar teratas dan terbaru, diramu dari penemuan para ilmuan besar, merupakan jejak dari akal budi dan puncak-puncak peradaban manusia. Apakah kata jiwa dapat menggantikan kata ruh dalam rangkaian kata-kata ruh-pendidikan tinggi yang beberapa kali dimuat di surat-surat kabar terkemuka di Indonesia? Kardiologi Kuantum akan menjawab “ya” dengan catatan: ruh dalam ruh-pendidikan tinggi adalah jiwa pendidikan tinggi yang ideal, suatu “hati nurani” pendidikan tinggi yang dapat dimiliki oleh siapa saja dosen, mahasiswa dan penyelenggara pendidikan tinggi lainnya. Bedakan juga dengan ruh, roh, dan spirit yang imateri, tidak berkembang, serta tidak terikat ruang dan waktu tetapi omnipotensi adalah jati dirinya manusia yang hakiki.
Baru-baru ini Perki-IDI menyelenggarakan program pelatihan menulis publikasi ilmiah dan meningkatkan kemampuan “induksi” statistik terhadap suatu metodologi penelitian. “Publication and Statistic Skill Training Program-CME IHA (8-9/2/2014 di Bandung)” yang dimotori oleh DR. Dr. Antonia A. Lukito, SpJP (K), FIHA dan sederet singkatan lainnya dinilai telah melakukan upaya yang eksotis untuk mengaktualisa-sikan Ruh Pendidikan Tinggi. Seperti diketahui, publikasi ilmiah di jurnal internasional yang memiliki dampak perubahan masyarakat yang tinggi termasuk penelitian-penelitian novel meningkatkan posisi tawar bangsa Indonesia. Di tengah-tengah keprihatinan berpartisipasi dalam program pemerintah untuk menaikkan martabat kesehatan seluruh rakyat Indonesia, masih ada kelompok ilmuwan yang memelihara jiwa-ideal, hati nurani yang dikenal khalayak ilmiah sebagai Ruh Pendidikan Tinggi itu, salam hormat bagi penyelenggaranya.
Tidak mudah menumbuhkan Jiwa-ideal (ruh) Pendidikan Tinggi apalagi untuk mendapatkan hadiah Nobel. Khususnya di negeri kita penghargaan berupa gaji yang mencukupi bagi penelitinya saja belum terpikirkan, atau sudah terpikir-kan tetapi terlupakan. Bukan rahasia lagi bila sebagian peneliti lebih sibuk mencari penghasilan tambahan daripada tekun, teliti dan berlama-lama di laboratorium. Menumbuh-kembangkan iklim penelitian untuk mencetak pemenang Noble tidaklah gampang.   Kelihatannya mudah, perhatikan syarat yang diajukan oleh   Prof Dr Ryoji Noyori,  pemenang Nobel bidang kimia tahun 2001 dari Jepang hanyalah keberadaan guru, murid, dan sistem yang baik. Suatu hal yang sudah dimiliki oleh negara maju sejak lama.
Dalam tulisannya di Kompas , Kamis (5/2/2004), Dr Terry Mart, staf pengajar dan peneliti pada Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) di Universitas Indonesia, mencontohkan Cina. Negeri ini berani mengembangkan penelitian dasar dengan membangun instalasi penelitian modern skala besar sekaligus menciptakan iklim kondusif bagi para peneliti yang kembali dari belajar di luar negeri. Semua bisa diwujudkan karena Presiden Cina Jiang Zemin punya visi jauh ke depan. Ia rupanya sadar betul, teori adalah dasar suatu penelitian. Maka Jiang Zemin selalu menekankan, “Tidak akan ada bom dan reaktor nuklir jika tidak ada teori kuantum.”
Di Jepang, anak-anak diajak menjawab keingintahuan mereka lewat riset sejak dini, selain itu juga diajari mendokumentasikan setiap proses secara sistematis dan ilmiah. Dijamin, tidak ada alur pikir yang menjurus ke arah jawaban “magis” atau “tuyul” terhadap fenomena yang terjadi. Imbalan untuk guru memadai, sementara buat para penelitinya fasilitas yang tersedia mudah diakses. “Pemerintah Jepang itu membangun pusat-pusat penelitian lengkap yang boleh diakses setiap peneliti dari seluruh Jepang tanpa bayar. Bahkan, biaya transportasi mereka dibayari,” kata Dr Zeily Nurachman dari Jurusan Kimia ITB. Ditambah dengan tiadanya lagi permasalahan kebutuhan dasar serta laboratorium dan perpustakaannya serba ada, membuat hasil penelitian berkualitas Nobel selalu dihasilkan.
“Jadi, doktor lulusan Indonesia itu hebat. Mereka bisa mengatasi keterbatasan laboratorium, perpustakaan, maupun pembimbing yang sibuk terus,” ujar Ridwan. Menurut Ines Irene Caterina Atmosukarto PhD, peneliti biologi molekuler dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dosen di tempatnya belajar di Universitas Adelaide, Australia, hanya punya beban mengajar 20-30 persen. Sisanya meneliti. “Makanya dosen itu dari pagi hingga sore hari ada di universitas. Kalau tidak di kelas pasti ia di laboratorium.” HASILNYA...,  orang menjadi sangat fokus. Inilah yang juga diamati Zeily saat mengambil postdoctoral-nya di Pusat Penelitian Kanker Jerman di Heidelberg tahun 2003. “Sebenarnya yang dilakukan tidak istimewa, tetapi karena topiknya fokus dan dijalani konsisten, hasilnya jadi berbeda,” katanya. Peneliti juga tinggal memilih topik, tidak perlu dibebani berbagai urusan lain mulai dari cari dana sampai beli bahan. “Sistem di Indonesia tidak mendukung. Peneliti tidak punya otonomi mengelola biaya penelitian sehingga dananya sering dipotong,” papar Ines.
Tak ada jalan lain. Perubahan mendasar dalam sistem yang ada di Indonesia harus dilakukan kalau mau bersaing di bidang penelitian, apalagi bila menargetkan Nobel. Sekali lagi, yang dibutuhkan memang komitmen dan dukungan penuh pemerintah. Seperti pemerintah Cina. Pada akhirnya, salah satu kata kunci dalam pengembangan riset kita adalah komunikasi yang baik antara peneliti dan pengambil keputusan di bidang penelitian (yang di dalamnya terdapat para peneliti juga). Dan kita semua sadar bahwa ini tidak mudah. Jangankan terhadap mereka yang awam terhadap suatu topik tertentu di dunia penelitian, dengan sesama peneliti pun kadang hal ini sulit dilakukan. Leo Esaki penerima kehormatan Nobel Fisika 1973, telah mengalami kesulitan dalam mengomunikasikan teorinya. Dalam kata pengantar sebuah bukunya, dia bercerita tentang makalahnya mengenai proposal teoretis terhadap superstruktur semikonduktor. Makalah ini ditolak oleh yuri (yang dia sebut tidak imajinatif) di sebuah jurnal Fisika yang terkenal, Physical Review, dengan alasan terlalu spekulatif. Makalah itu akhirnya hanya berhasil diterbitkan dalam sebuah laporan teknis IBM. Belakangan, Esaki secara teknis mampu membuktikan bahwa idenya itu bisa diwujudkan dan dia menjadi pelopor di bidang tersebut. Dengan demikian, perlu kiranya ditambahkan satu lagi kriteria yang harus turut dipertimbangkan oleh pengambil keputusan sebuah kriteria tambahan selain komunikasi dan membumi yaitu eksistensi, setidaknya menurut Hasanudin Dosen Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura, Pontianak beberapa tahun yang lalu.
Epilog. Tampak kardiolog-kardiolog senior dan para profesor yang kesemuanya sudah pensiun dari Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran UI di belakang Auditorium R.S. Jantung dan Pembuluh Darah. Mereka duduk pada deretan kursi terdepan pada setiap hari konferensi ilmiah dan diskusi penelitian para PPDS jantung agar mutu pendidikan, penelitian dan cara berpikir mereka setara dengan rekan-rekannya yang berada di negara-negara penerima Kehormatan Nobel. Tokoh-tokoh senior tersebut pantas disebut telah memiliki Ruh Pendidikan Tinggi karena mereka sesungguhnya nyaris tidak menerima imbalan apapun, bahkan mengeluarkan ongkosnya pribadi untuk datang dan membeli sepiring nasi untuk makan siangnya sendiri. “May TheForce be with you.” Salam Kuantum dari alam kenyataan serta jagatnya Star Wars.
Budhi S. Purwowiyoto

RS JANTUNG HASNA MEDIKA CIREBON

Collaboration between science and art


365 hari layar telah dikembangkan dengan dipacu semangat untuk memberikan yang terbaik untuk sesama, dilalui dengan komitmen dan dedikasi. Tepat pada 5 Januari 2014, RS. Jantung Hasna Medika Cirebon genap berusia satu tahun, suatu masa yang sangat belia untuk sebuah layanan publik yang melayani kesehatan di sebuah Kabupaten bernama Cirebon.
Rumah Sakit Jantung Hasna Medika, dinakhodai oleh seorang dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, dr. Gugun Iskandar Hadiyat SpJP(FIHA) yang mempunyai Visi dan Misi serta komitmen terhadap mutu layanan kepada semua pasien dan keinginan untuk mengembangkan Rumah Sakit yang berorientasi pada Patient safety telah menjadi sebuah layanan pilihan masyarakat untuk pengobatan penyakit jantung dan pembuluh darah terutama masyarakat yang berasal dari Kabupaten dan Kota Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan, Subang, Sumedang, Ciamis, Tegal, Slawi, Brebes dan sekitarnya. Hal ini menjadi salah satu faktor pemicu semangat para awak Rumah Sakit untuk berkembang dan terus maju untuk tetap melayani.

Pelayanan Medis spesialistik Jantung dan Pembuluh Darah merupakan fokus pelayanan medis RS. Jantung Hasna Medika, fasilitas medis spesialistik sebagai penunjang seperti Electrocardiography, Echocardiography, Treadmill test, untuk penegakan diagnostik yang lebih akurat, pelayanan farmasi yang berorientasi pada Patient Safety, Laboratorium 24 jam, Instalasi Radiologi, Instalasi Gawat Darurat 24 jam, Ruang rawat pasien VIP, kelas 1, kelas 2, dan kelas 3, Ruang Intensive Care Unit, didukung oleh 5 dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah yaitu: dr. Gugun Iskandar Hadiyat SpJP (FIHA), dr. Chaerul Achmad SpJP (FIHA), dr. Armand Ronald Ruhukail SpJP (FIHA), dr. H. Hizbullah A.J.S. SpJP (FIHA), dr. Fanny Fauziah Abdullah M.Kes., Sp.JP (FIHA), Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Dokter Spesialis Radiologi, Dokter Spesialis Anak, Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis, Dokter Umum, selain itu Klinik Gigi yang memberikan pelayanan penyakit gigi dan gusi serta estetika gigi melengkapi pelayanan medis di RS. Jantung Hasna Medika.
Pelayanan Rehabilitasi Medis dilengkapi dengan Mesin Enhanced External Counter Pulsation (EECP) adalah pelayanan non invasiv untuk pasien yang mengalami masalah dengan chronic stable angina, coronary arterial diseases. Selain itu Mesin Ozon dan Laser medis menjadi penambah kelengkapan penunjang terapi untuk pasien yang mengalami masalah tersebut diatas.

RS. Jantung Hasna Medika yang berlokasi di Jalan Rd. Gilap No.8 Palimanan Cirebon, kurang lebih 50 meter dari lampu merah Palimanan ke arah selatan memberikan layanan hotline 24 jam dengan nomor yang disediakan yaitu 089 699 23 24 25, melengkapi fasilitas medisnya dengan CathLab. Selama 10 bulan berjalan RS. Jantung Hasna Medika telah berhasil melakukan Cor-angiography + PTCA sebanyak 120 pasien, dan 2 pasien dilakukan Permanen Pace Maker.
RS. Jantung Hasna Medika dalam mengawali kiprahnya telah bekerjasama dengan berbagai asuransi yang tergabung pada PT. Administrasi Medika (AdMedika) seperti PT. A.J Central Asia Raya, BNI Life, Yayasan Kesehatan Bank Indonesia, Allianz, AXA, AVIVA, Jiwasraya, Yakes Telkom, AJB Bumiputera, Equity, Sinarmas dan lain-lain, selain itu beberapa Institusi Pemerintah dan swasta telah menjadi rekanan RS. Jantung Hasna Medika seperti BANK INDONESIA, PT. PLN (Persero), Indonesian Power, PT. BNI, PT. SAT dan lain-lain. Seiring dengan program yang dicanangkan pemerintah di Era BPJS RS. Jantung Hasna Medika telah menyiapkan diri untuk menjadi rekanan dan dapat berpartisipasi secara aktif di program tersebut, semoga hal itu dapat segera terlaksana.*

Bantuan Hidup Jantung Lanjut (ACLS)


KETIKA Perhimpunan Kardiologi Indonesia (PerKI) didirikan pada tahun 1957, alm Dr. Gan Tjong Bing, pendiri PerKI, telah memperkirakan bahwa masalah kesehatan jantung dan pembuluh darah akan terus meningkat di Indonesia. Disamping itu ilmu dan teknologi dalam bidang ini ternyata berkembang sangat pesat. Pada tahun 1960-an perawatan koroner  intensif (ICCU) mulai dikembangkan dan teknik resusitasi dan pertolongan terhadap henti jantung diaplikasikan secara terpadu di dalam suatu fasilitas oleh tenaga-tenaga terlatih.
Henti jantung, renjatan (syok), dan gagal jantung akut adalah penyulit yang menyebabkan angka kematian yang tinggi pada penderita sindrom koroner akut, khususnya infark miokard akut. Kematian ini bisa terjadi di luar rumah sakit maupun setelah masuk perawatan di rumah sakit. Antisipasi dan tindakan yang cepat yang tepat dalam menit-menit pertama oleh tenaga-tenaga terlatih akan mengurangi kemungkinan terjadinya henti jantung, renjatan, dan gagal jantung akut. Edukasi penderita penyakit jantung dan pembuluh darah dan publik akan membuat mereka lebih cepat mencurigai dan menyadari kemungkinan serangan jantung sehingga lebih cepat mencari pertolongan.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI) menyadari bahwa upaya ini tidak mungkin dilakukan semata-mata oleh para dokter spesialis jantung dan pembuluh darah (kardiologis). Sejak tahun 1997 PERKI telah mulai melancarkan  program pelatihan Bantuan Hidup Jantung Dasar (Basic Cardiac Life Support) dan Bantuan Hidup Jantung Lanjut (Advanced Cardac Life Support), dengan terlebih dahulu menyiapkan tenaga-tenaga pelatih dan sarana. Pengembangan program ini ternyata memerlukan dana yang besar. Prioritas diberikan terlebih dahulu kepada para dokter umum dan non-kardiologis mengingat bahwa kompetensi dalam bidang ini yang diterima selama dalam pendidikan di fakultas kedokteran masih kurang. Meskipun demikian diberikan juga kesempatan bagi personil medik yang bekerja di perawatan intensif dan gawat darurat sesuai ketersediaan tempat. PERKI mengadaptasi dan mengadopsi Konsensus Pedoman ACLS yang dikembangkan oleh AHA-ACC yang terus diperbaharui.

Pelatihan ACLS-PERKI bersertifikat ini dilakukan bersama cabang-cabang PERKI di berbagai tempat di seluruh Indonesia, antara lain di Medan, Batam, Palembang, Padang, Jakarta dan sekitarnya, Bandung, Semarang, Jogya, Semarang, Surabaya, Bali, Makasar, dan bahkan di Papua. PERKI telah melatih ribuan dokter di seluruh Indonesia. PERKI juga bekerja sama dengan Departemen Kesehatan R.I. dalam pelatihan program penanggulangan gawat darurat.
Pelatihan ACLS-PERKI berlangsung secara intensif selama 3 hari dengan melalui kuliah terarah, diskusi interaktif, dan kerja tim, serta pelatihan keterampilan dalam skill station dan megacode dengan menggunakan alat-alat simulator yang paling modern. Untuk memudahkan mereka yang ingin mengetahui lebih banyak tentang program pelatihan ACLS dan BCLS serta untuk mendaftar, portal ACLS-PERKI ini dibangun dan akan terus disempurnakan.
Program Pelatihan ACLS-PERKI adalah salah satu komitmen PERKI bagi penanggulangan masalah kesehatan jantung dan pembuluh darah di Indonesia.*

 

PERKI HOUSE
Sekretariat: 
Jl. Danau Toba No.139 A-C, Bendungan HIlir,
        Jakarta Pusat
Telp: 021 - 57852940
Fax: 021 - 57852941
Email: pelatihan.acls@gmail.com
Website : http://www.acls-indonesia.com