pita deadline

pita deadline

Kamis, 31 Oktober 2013

Keamanan Penggunaan Ivabradin IV pada Pasien IMAEST dengan IKPP: Studi Awal

TAKIKARDIA merupakan masalah tersering yang muncul pada keadaan akut dari infark miokard akut elevasi segmen ST (IMAEST), dimana dihubungkan dengan aktivasi sistem saraf simpatis akibat nyeri atau sebagai fenomena kompensasi dari komplikasi gagal jantung akut.
Hal tersebut dapat meningkatkan imbalans diantara tersedianya oksigen terhadap daerah yang berisiko (kekurangan oksigen akibat oklusi dari arteri yang mengalami infark) dan kebutuhan oksigen miokard, dimana keduanya memainkan peranan penting.
Sehingga diperlukan obat penurun denyut jantung, secara teori yang sangat menonjol dan diperlukan karena sudah terbukti di studi-studi klinis adalah penggunaan beta blocker, dimana obat tersebut dapat mengurangi daerah luasnya infark dan menurunkan mortalitas kardiovaskular.
Walau demikian, beberapa studi tidak memperlihatkan hal serupa, studi COMMIT (Clopidogrel and Metoprolol In Myocardial Infarction) tidak memperlihatkan penurunan pada mortalitas. Lainnya, penggunaan awal beta blocker intravena dihubungkan dengan mortalitas awal, terutama pada pasien gagal jantung akut dengan peningkatan risiko syok kardiogenik.
Obat penurun denyut jantung mempunyai efek terhadap tekanan darah dan fungsi ventrikel seperti ivabradin mungkin memiliki peranan pada keadaan ini. Dilakukanlah studi VIVIFY (eValuation of the IntraVenous If inhibitor ivabradine after ST-segment elevation mYocardial infarction) dengan tujuan primer untuk mengetahui efek ivabradin intravena terhadap denyut jantung dan parameter hemodinamik setelah tindakan intervensi koroner perkutan (IKP).
Sementara tujuan sekunder berupa untuk menilai keamanan dan toleransi ivabradin terhadap keadaan ini, serta efek penurunan denyut jantung terhadap luasnya infark.
Studi ini merupakan studi multisenter, dengan pasien usia 40 – 80 tahun yang dirandomisasi setelah sukses dilakukan IKPP dalam enam jam onset IMAEST. Pasien dalam keadaan sinus ritme dan denyut jantung > 80 kali per menit, tekanan darah sistolik > 90 mmHg.
Dikelompokkan dalam 2 kelompok (rasio 2:1) yaitu kelompok ivabradin intravena (n = 82) (5mg bolus selama 30 detik, diikuti 5mg infus selama 8 jam) atau kelompok placebo (n = 42). Keluaran prmier berupa denyut jantung dan tekanan darah. Pada kedua kelompok, denyut jantung mengalami penurunan dalam 8 jam, dengan kecepatan penurunan yang nyata pada kelompok ivabradin dibandingkan placebo (22.2 ±1.3 vs 8.9±1.8 bpm, p < 0.0001).
Selama studi berlangsung tidak terdapat perbedaan tekanan darah pada kedua kelompok. Tidak terdapat perbedaan penanda biologis jantung (CKMB, troponin T dan I). ekokardiografi dilakukan untuk menilai fungsi ventrikel, didapatan volum ventrikel kiri lwbih kecil pada kelompok ivabradin baik untuk volum akhir diastolic ventrikel kiri (LVEDV) (87.1±28.2 vs 117.8±21.4 cc, p = 0.01) dan volum akhir sistolik ventrikel kiri (LVESV) (42.5±19 vs 59.1±11.3cc, p = 0.03) tanpa perbedaan pada perubahan volum atau fraksi ejeksi ventrikel kiri.
Dapat ditarik kesimpulan, ivabradin intravena mungkin mempunyai nilai potensial untuk IMEST, dengan menurunkan denyut jantung tanpa menurunkan tekanan darah atau hemodinamik. (Eur H Jour: Acute Cardiovasc Care 2013; 2(3): 270-9)
SL Purwo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar