pita deadline

pita deadline

Senin, 25 Februari 2013

Trombolisis yang Terganggu: Faktor Risiko Terbaru Kardiovaskuler pada Gagal Ginjal Stadium Akhir

Risiko kematian oleh karena kardiak pada pasien dialisis yang berusia kurang dari 45 tahun adalah 100 kali lipat lebih tinggi dan risiko kematian kardiovaskuler non fatal sebesar 10-30 kali lipat lebih tinggi pada pasien gagal ginjal stadium akhir (ESRD) dibandingkan populasi umum.
Adanya bukti penyakit arteri coroner yang signifikan melalui angiografi berkisar dari 25% pada usia muda non diabetic yang dilakukan hemodialysis sampai 85% pada usia tua dengan diabetes dan ESRD.
Banyak faktor risiko lebih sering terjadi pada ESRD dan mungkin beberapa dapat dijelaskan, tetapi tidak semuanya dapat, hal ini dapat dilihat dari peran timbulnya faktor risiko non tradisional pada ESRD.
Identifikasi penanda darah dari inflamasi, hiperreaktivitas platelet dan hiperkoaguabilitas telah banyak mendapat perhatian untuk dapat mengidentifikasi pasien pasien yang lebih mudah terkena risiko.
Trombosis dan trombolisis merupakan proses dinamis yang terjadi secara simultan. Ekuilibrium trombotik-trombolitik mungkin menentukan manifestasi klinis dari kejadian trombotik akut.
Kecenderungan perdarahan yang dihubungkan dengan penyakit ginjal kronis (CKD) mempunyai peranan dalam defisiensi primer hemostasis. Secara paradox, ESRD dikatakan juga sebagai keadaan hiperkoaguabilitas yang dihubungkan dengan trombosis.
Peningkatan agregasi platelet dan penanda trombotik diantaranya kompleks thrombin-antitrombin III, D-dimer dan faktor nekrosis tumor terdapat pada pasien yang dilakukan dialisis, walaupun dialisis mungkin dapat memperbaiki profil trombotik.
Pasien CKD juga memperlihatkan penanda fibrinolysis yang terganggu seperti peningkatan fibrinogen, plasminogen activator inhibitor-1 dan penurunan tissue plasminogen activator.
Walaupun beberapa studi menunjukkan hubungan yang signifikan antara kejadian non responsif terhadap medikasi antiplatelet dan beberapa kejadian trombotik, terdapat perbedaan di antara kekuatan prediktif dari berbagai tes fungsi platelet.
Hal tersebut dalam penggunaan klinis mengukur respon platelet terhadap spesifik agonis, walau adanya keterlibatan  beberapa faktor fisiologis penting lainnya seperti stres shear yang tinggi dan produk trombin.
Stimulus pertama dan predominan untuk aktivasi platelet pada arteri stenosis berat adalah stres patologis shear yang tinggi ( > 10 000/detik) yang menghasilkan ikatan yang cepat dan kuat di antara platelet tanpa adanya aktivasi sebelumnya.
Shear yang terjadi akibat aktivasi platelet akan melepaskan agonis terlarut (tromboksan, ADP) dari platelet sirkulasi dan produk trombin. Protein matriks ekstraseluler memediasi perlekatan platelet dan utamanya agregasi platelet pada dinding pembuluh darah.
Keterbatasan utama dari semua tes  fungsi platelet adalah penggunaan darah dengan antikoagulan (sitrat, heparin, hirudin atau antikoagulan lain), dimana mencegah penilaian produksi trombin dari platelet yang teraktivasi, juga merupakan determinan terpenting dan utama dari oklusi formasi thrombus yang kaya platelet.
Sampai saat ini belum ada tes yang digunakan untuk menghitung aktivitas trombolitik endogen (lisis dari thrombus arteri yang kaya platelet) yang dapat membedakan dengan trombolitik trombus vena (kaya akan sel darah merah).
Karena pengukuran individu komponen jalur fibrinolitik gagal memberikan penilaian yang realistik dari semua status trombolitik, maka nilainya dipertanyakan.
Tes thrombosis global (GTT) merupakan tes klinis pertama yang tersedia, komprehensif, dapat dilakukan pada pasien secara langsung dan simultan untuk menilai waktu oklusi trombotik (OT), koagulasi dan aktivitas spontan trombolitik endogen. Tes tersebut juga tidak menggunakan antikoagulan pada darah yang diperiksa sehingga dapat mengatasi masalah konvensional yang ada.
Studi memperlihatkan pasien dengan sindroma coroner akut (ACS) terdapat trombolisis endogen yang terganggu yang merupakan penanda prediktif tertinggi dari suatu kejadian kardiovaskuler. Status trombolitik endogen pasienyang stabil belum dapat dikarakteristikan dan mungkin tidak terlalu penting dibandingkan dengan pasien yang memiliki risiko tinggi.
Oleh karena itu dilakukanlah studi oleh Sharma et al. untuk melakukan karakteristik status trombotik pada pasien ESRD dan menilai apakah tes baru tersebut dapat  mengatasi seluruh status trombotik.
Status trombotik dan trombolitik pasien ESRD (n = 216) dengan hemodialysis dinilai dengan GTT. Alat baru ini mengukur waktu yang dibutuhkan untuk membentuk (OT) dan melisis (lysis time, LT) suatu oklusi thrombus platelet.
Pasien dilakukan follow-up selama 276 ± 166 hari untuk kejadian mayor kardiovaskuler (MACE, kematian oleh sebab kardiovaskuler, infark miokard non fatal atau stroke). Thrombosis fistula arteri perifer atau arteriovena digunakan sebagai hasil keluaran sekunder.
OT didapatkan mengalami penurunan (491 ± 177 vs 378 ± 96 detik; p < 0.001) dan trombolisis endogen didapatkan terganggu (LT median 1820 vs 1053 detik; p < 0.001) pasien ESRD dibandingkan pasien normal.
LT >= 3000 detik terjadi pada 42% pasien ESRD dan tidak terdapat peningkatan pada control. Trombolisis endogen terganggu (LT >= 3000 detik) secara kuat dihubungkan dengan MACE (HR 4.25; 95% CI 1.58-11.46; p = 0.004), infark miokard non fatal dan stroke (HR 14.28; 95% CI 1.86-109.90; p = 0.01) dan thrombosis perifer (HR 9.08; 95% CI 2.08-39.75; p = 0.003). Tidak didapatkan hubungan antara OT dengan MACE.
Dapat dikatakan bahwa trombolisis yang terganggu merupakan faktor risiko terbaru pada pasien ESRD yang mungkin mempunyai implikasi klinis yang penting untuk skrining dan stratifikasi risiko. (European Heart Journal 2013; 34: 354-63)

SL Purwo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar