pita deadline

pita deadline

Kamis, 27 Desember 2012

Kardiologi Kuantum (13): COLIBRI, CALIBRI dan PERKI

Sabda alam yang tak terucapkan dan sastra alam yang tak tertuliskan

“..tiiii-ti sonya tengah wengi,/lumrang gandaning puspita-aaaaaa, / Kaaa-renaning pudyanira, / oooooo-ng, /Sang Dwija Wara mbrenge-ngeng, /lirrrr-r swaraning madu branta-aaaa, /Maanungsung sarining kembang.”
R. Soenarto Mertowardojo, 1984
(Epilog)

COLIBRI diyakini sebagai makhluk yang memiliki jantung terkuat di alam semesta dengan unjuk kemampuan melakukan “hovering” (berhenti dan maju-mundur di udara), ketika sedang mengisap sari madu sekuntum bunga. Seperti helikopter dua kitiran yang berputar berlawanan. Jantungnya  berdenyut 1260 bpm (kira-kira 10x kemampuan jantung manusia), 50-180 bpm ketika colibri sedang santai. Pernafasannya pun istimewa, ketika istirahat melakukan pernafasan 250x per menit (4 kali per detik)
Colibri diartikan sebagai burung-pendengung (hummingbird) karena vibrasi sayapnya menimbulkan suara yang khas. Ia menjadi nama lebih dari 300 spesies dari keluarga burung-burung kecil di Amerika. Burung ini mampu hidup 12 tahun, banyak diantaranya hanya mencapai umur 3-5 tahun. Ia mengkonsumsi separoh makanannya berupa gula yang terdapat pada nektar dan serangga kecil yang terdapat di dalam bunga, manuver terbang mundur yang  istimewa itu harus dilakukan ketika mencari makanan di sekitar bunga. Pantaslah anjuran bagi pemelihara burung ini agar selalu setiap saat menyediakan air-gula dengan kadar 25% dan kroto sebagai proteinnya. Jangan lupa, walaupun burung ini mini ukurannya, tetapi sedikitnya dipelihara dalam ukuran sangkar yang cukup besar 30 x 30 x 60 cm.
Sesungguhnya, dialah yang layak disebut artis-udara (aeronautical artist) karena dapat mengontrol seluruh arah gerak di udara seperti ke depan, mundur, ke samping, atas-bawah bahkan berputar sekalipun. Gerakan terbang mundur tercatat sebagai satu-satunya kemampuan yang hanya dimiliki oleh burung ini. Hanya helikopter khusus yang diciptakan untuk  aerobatik yang mampu menirukan sebagian besar gerak si burung mungil ini. Panjangnya kurang dari 8 cm, yang terkecil  terdapat di Cuba disebut sebagai colibri-lebah, yang warna hitam disebut oleh pecinta burung di Indonesia sebagai Kolibri Ninja 1], ada juga Kolibri Bali tiga warna.2] Umumnya jenis jantannya lebih kecil, kira-kira 5,5 cm panjangnya, dan beratnya   hanya 1,95 gram, hanya seberat kertas-surat kelas satu! Sepintas lalu seperti lebah yang besar. Burung yang mendengung ini bersarang berbentuk mangkuk kecil di ranting dengan dua butir telurnya yang dierami oleh induk betinanya. Ukuran telurnya terkecil di antara seluruh burung.
Burung pendengung ini rute migrasi terjauhnya 5.000 km dari tempat berkembang-biaknya di Alaska menuju rumah winter-nya di Mexico, dapat terbang nonstop 800 km di teluk Mexico, dengan cara menambah berat badannya 50%, berupa lemak sebagai cadangan energi sebelum terbang jauh.
Ketika burung ini bermigrasi, predatornya selalu mendapat kesulitan dalam menangkapnya karena menguasai ‘ilmu’ akrobatik udara yang hebat dan dikenal sebagai pejoang yang tangguh dalam mencari dan memelihara teritorialnya, siapa saja yang mendekat akan diserangnya dengan keras. Bahkan sering mempermalukan dan mengalahkan elang besar amerika dalam perjoangan hijrahnya untuk mendapatkan teritori sementara di musim dingin. Tidak heran jika nama colibri menjadi merk helikopter yang memang memiliki kemampuan seperti burung tersebut. TNI AU juga memiliki banyak pesawat helikopter jenis EC 120B Colibri yang memiliki kemampuan menyerang posisi musuh, dengan kekuatan tertentu.

Calibri si artis udara sedang melakukan “hovering” dalam tarian mengisap sari madu bunga. Sabda alam ini kelak ditiru manusia dalam bentuk helikopter “rotary wing” (BO 105, misalnya) dengan kemampuan melakukan sebagian kecil saja dari kemampuan si burung mungil ini. 3]

Calibri. Tiba-tiba dalam membicarakan burung colibri yang kuat jantungnya ini di sela-sela acara Journal Reading di Divisi  Preventif dan Rehabilitasi Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI, Dr. Andang H. Joesoef sebagai ketua divisi menanyakan apakah nama burung itu dipakai sebagai Theme Fonts dalam Microsoft Words? Jelas berbeda karena huruf-huruf Calibri® didisain oleh tipografer dari Jerman yaitu Luc(as) De Groot,4] sebagai keluarga huruf yang humanis dari tipe Sans Serif yang dipandu oleh Microsoft pada tahun 2002 dengan menekankan kekuatan pada teknologi ClearType dan menjadi   default beberapa aplikasi Microsoft. Salah satu unikumnya adalah memotong ekor huruf “y”, perhatikan huruf ini “y”. Disain hurufnya ‘terasa’ hangat, ujungnya berupa bagian dari lingkaran yang pas dengan milenium baru, lainnya adalah perbaikan teknologi rasterisasi yang merupakan langkah penting dalam pengembangan huruf untuk media digital dan penampilan pada layar komputer. Sekarang huruf calibri menjadi sangat terkenal di dunia, salah satu pemakainya yang taat adalah Dr. Poppy S. Roebiono, 'Kepala Sekolah Jantung dan Pembuluh Darah' di departemen ini.
PERKI, Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia melalui Ketua Departemen Publikasi telah menulis surat kepada Presiden PERKI memohon izin untuk menggunakan identitas lain mengingat adanya peningkatan kebutuhan anggota PERKI untuk mendapatkan ISBN yang diberikan gratis oleh pemerintah namun masih memerlukan dukungan suatu organisasi sebagai publisernya. ISBN tersebut tentu saja sangat bermanfaat dalam publikasi karya mereka di media cetak/elektronika seperti buku-buku, novel, kumpulan sajak, partitur musik, fotografi, lukisan, dan karya lainnya. Identitas tersebut adalah seperti di bawah ini:

H&B/Heart & Beyond PERKI
(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia)

Amat mudah ditebak di dalam tulisan ini bahwa identitas penerbit tersebut pasti menggunakan keluarga huruf calibri (logonya diberi shadow, garis bawah, dan simbol “&”-nya dikecilkan dua ketukan) dengan doa agar supaya anggauta PERKI sekuat burung colibri, walaupun paling kecil di kelasnya, sangat berani melawan bahkan selalu berhasil mengusir elang raksasa Amerika, tidak lain karena cerdik, lincah geraknya, kuat sayapnya, tajam paruhnya, serta sangat kuat jantung dan parunya.
Mula-mula didiskusikan dengan Dr. dr. Ismoyo Sunu SpJP, FIHA sebagai SekJen PERKI ternyata didukung bahkan di informasikan bahwa PERKI seperti pemerintah dan beberapa penerbit swasta lainnya juga menggratiskan anggauta PERKI dalam mendapatkan ISBN atau sejenisnya seperti ISSN sesuai keperluan, tentu saja melalui departemen terkait. Begitu juga Dr. dr. Anwar Santoso, SpJP, FIHA, President Elect PERKI juga tidak keberatan, bahkan sedikit memuji kejelian Departemen Publikasi untuk memanfaatkan peluang sederhana tersebut guna memberikan identitas singkat, seraya memperluas maknanya dengan satu kata bernuansa filosofis yang mendalam yaitu “beyond”, seolah-olah beru- saha menembus dimensi ke-4, dimensi spiritual dalam konteks kardiologi kuantum, namun segi legalnya juga perlu mendapat perhatian khusus.
Setelah surat yang bertanggal 1 November 2012 dengan No: 007/PP/M.1/X/2012 Hal: Identitas Penerbit itu, pada akhirnya disetujui oleh Prof. DR. Dr. M. Romdoni, SpPD, SpJP(K), FIHA sebagai Ketua Pengurus Pusat PERKI pada tanggal 20 November 2012, baru kemudian menguji dan mengaplikasikannya dalam dunia nyata, dimensi-1 kardiologi kuantum.
Langkah berikutnya adalah menguji keampuhan identitas penerbit H&B/Heart & Beyond PERKI dengan mencoba mengajukan ISBN untuk sekuel Pentalogi Candra Jiwa Indonesia yang berupa lima buku dengan lima warna sampul: putih (Studium Generale 2012; 234 hal), kuning (Psike 2013; 244 hal), hitam (Ego 2014; 270 hal), merah (intuisi 2015; 258 hal) dan ungu (Intuisi 2016; 762 hal). Terbukti permohonan ISBN tersebut pada hari itu juga tanggal 27 November 2012 langsung diberikan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (National ISBN Agency di Jalan Salemba Raya 28 A, Jakarta) sebanyak 30 ISBN (masing-masing buku mendapat 6 ISBN!) dengan gratis karena persyaratannya memang sudah lengkap. Ke-6 ISBN tersebut terinci sebagai soft cover hp, hard cover hp, soft cover bw, hard cover bw, ebook pdf hp, dan ebook pdf bw. Seminggu  kemudian penulisnya di email 30 kode bar-nya (barcode). Identitas penerbit (H&B PERKI) oleh Tim Editor ISBN di tempatkan dibawah nama Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, agar supaya tidak mengganggu penomoran ISBN dan ISSN sebelumnya.
Diskusi dengan calon penulis novel Dr. Santoso Karo Karo SpJP dan calon penulis buku pengantar/buku ajar tentang Kardiologi Nuklir Dr. Manoefris Kasim SpJP menyambut baik upaya ini, hanya dipertanyakan sekiranya PERKI juga membantu dana penerbitan bukunya, nah yang ini perlu memperhitungkan ongkos cetak, tata letaknya, dan perlu memperhitungkan aspek bisnis serta royalti penulisnya, perlu negosiasi khusus dengan yayasan atau pemangku kepentingan di PERKI. Terdengar dari kejauhan Prof. Wayan “pelukis/fotografer” Wita, di Denpasar-Bali sedang menyiapkan buku fotografinya. H&B PERKI tentu saja siap membantu mendapatkan ISBN sekiranya diminta bantuannya.
Untuk pertama kalinya identitas tersebut dipasang pada Tabloid ini atas permintaan Ketua Departemen Publikasi PERKI. Diharapkan produk publikasi PERKI lainnya seperti Majalah Kardiologi Indonesia dapat juga mengikutinya.
Epilog. Syair yang dilagukan tersebut di atas, merupakan bagian akhir dari syair yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga, secara keseluruhan selalu diperdengarkan oleh para dalang wayang kulit Jawa dan Sunda di tengah malam diatas jam 00.00. Setelah Ki Dalang mengucapkan syair tersebut seraya menancapkan gunungan (wayang berbentuk gunung) dengan posisi miring ke kanan. Bermakna untuk mengingatkan kita tentang perjalanan sang waktu menuju akhir hidup, agar supaya melakukan “metamorfosa” dengan mengubah metrum dengan harmoni Slendro (musik dengan   pengaruh Asia Timur) beralih ke harmoni Pelog (musik khas ciptaan Jawa), terlihat pemain musik gamelan berpindah ke posisi ke alat-alat musik yang bernada Pelog.
Syair dengan lagu tersebut diatas diterjemahkan sebagai “..Semakin malam syahdu mengasyikkan,/bintang-bintang gemerlap,/saat sunyi sepi tengah malam,/semerbak mewangi puspita,/bersuka cita oleh doa,/Sang Dwijawara mendengung,/bagaikan bunyi lebah berkeliaran,/menyongsong sari bunga.”5] Syair tersebut menggambarkan doa panjang dan pendeknya para pejalan spiritual di tengah malam bagaikan suara dengungan lebah dan burung colibri-lebah, penuh suka cita seraya merasakan semerbak baunya bunga Sedap Malam. Suara dengungan pejalan spiritual tersebut sambil mengucapkan satu-dua patah kata sesuai keluar masuknya nafas, adalah meditasi transendental, dzikir dan doa tengah malam sesuai religinya. “Surat Lebah” memang terdapat di dalam kitab suci Al Quran.


Referensi
5. R. Soenarto Mertowardojo. Taman Kemuliaan Abadi. Paguyuban Ngesti Tunggal. Jakarta 1999. h.1.

Budhi S. Purwowiyoto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar