pita deadline

pita deadline

Kamis, 18 Oktober 2012

Disnatremia pada Gagal Jantung

DAMPAK merugikan kadar natrium serum yang rendah pada prognosis pasien gagal jantung dan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang menurun (HF-REF) telah dijelaskan dalam beberapa hasil studi, namun tidak secara khusus diteliti pada pasien dengan gagal jantung dan fraksi ejeksi yang tidak menurun (HF-PEF).
Lebih lanjut, patomekanisme yang tepat mengenai terjadinya hiponatremi pada gagal jantung belumlah ada. Disregulasi endokrin dari sistem renin angiotensin aldosteron (RAAS) dan sistem saraf simpatis (SNS), penurunan pengisisan arteri akibat mediasi baroreseptor, sekresi vasopressin non osmotic (AVP), gagal ginjal  kronik dan terapi diuretik diduga sebagai mekanisme hiponatremia, akan tetapi masih kurang dapat dipahami.
Nilai batas dikatakannya hiponatemia masih menjadi perdebatan. Utilitas klinis juga msih belumlah jelas dan indikasi terapi dari hiponatremia ringan dan sedang (125 mmol/L) pada gagal jantung masih secara kontroversi didiskusikan.
Masih terdapat data yang terbatas mengenai relevansi prognostic hipernatremia pada gagal jantung. Suti besar registri yang mengobservasi peningkatan risiko mortalitas di rumah sakit dihubungkan dengan hipernatremia pada saat datang ke rumah sakit tidak secara lengkap dibahas.
Oleh karena itu dilakukanlah studi oleh Deubner et al. untuk menentukan hubungan disnatremia dan menyelidiki nilai prognostik pada pasien gagal jantung, menganalisis natrium serum baik sebagai variabel kontinyu dan dalam kategori hipo-, normo- dan hipernatremia. Peneliti berhipotesis bahwa baik hipo dan hipernatremia mengindikasikan buruknya prognosis pada pasien dengan HF-REF atau HF-PEF.
Menggunakan seribu pasien konsekutif gagal jantung dengan penyebab yang beragam dan berbagai tingkat keparahan yang diambil dari registry gagal jantung interdisipliner Wurzburg. Model non-linear untuk hubungan antara natrium serum dan risiko kematian yang dihitung dengan menggunakan splines kubik terbatas dan regresi Cox proportional hazard. Median follow-up  untuk survivor adalah 5,1 tahun.
Hubungan independen disnatremia termasuk rekomendasi panduan klinis gagal jantung kronis, indicator fungsi ginjal dan asosiasi yang terbalik dari faktor risiko kardiak. Keseluruhan mortalitas sekitar 56%. Baik hiponatremia (n = 72) dan hipernatremia (n = 98) dihubungkan secara signifikan dengan peningkatan risiko mortalitas dengan HR 2.10, 95% CI 1.60-2.77 dan HR 1.91, 95% CI 1.49-2.45. Didapatkan hubungan kurva U dari natrium serum dengan risiko mortalitas. Prognosis yang baik terdapat pada pasien dengan kadar normal tinggi natrium serum (140-145 mmol/L).
Baik hiper- dan hiponatremia mengindikasikan dua kali lipat peningkatan risiko kematian 5-tahun pada pasien dengan gagal jantung terlepas dari penyebab yang mendasarinya dan tingkat kemampuan ventrikel kiri. Ini menggarisbawahi karakter gagal jantung sebagai sindrom melampaui fungsi ventrikel kiri.
Bahkan kadar natrium setengah nilai di bawah nilai referensi dikaitkan dengan peningkatan risiko yang signifikan. Ambang batas prognostik secara signifikan untuk hiponatremia mungkin masih terletak di dalam rentang referensi saat. Interaksi beberapa agen farmakologis diamati untuk kedua jenis disnatraemia seperti tiazid dan diuretik loop. Tiazid mungkin lebih baik pada pasien yang berisiko untuk hipernatremia. Variasi yang dapat dijelaskan dari disnatraemia dengan menggunakan informasi dari beberapa uji korelasi, namun masih kecil, masih menunjuk ke arah patomekanisme yang belum jelas.
Definisi nilai ambang batas natrium yang optimal untuk penilaian prognostik masih perlu dilakukan studi lebih lanjut, yang masih menjadi pertanyaan adalah apakah hiponatremia relatif merupakan suatu disbalans neurohormonal epifenomena yang dihubungkan dengan disregulasi volum dan elektrolit atau hanya sebagai hasil terapi. (Eur J Heart Fail 2012: 14; 1147-54)

SL Purwo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar