pita deadline

pita deadline

Senin, 04 Juni 2012

Jakarta Cardiovascular Summit 2012


Sabtu pagi, 26 Mei 2012, saya berkesempatan mengikuti acara Jakarta Cardiovascular Summit di Ritz Carlton Kuningan, Jakarta. Acara yang diadakan oleh Perki Jaya ini  terdiri dari 4 simposium pada hari itu.
Dari ke empat simposium tersebut, simposium ke dua lah yang cukup menarik minat saya. Mengenai “Myocardial Infarction: Opportunities for Better Clinical Outcomes” dengan moderator Prof. Dr. dr. Budhi Setianto SpJP(K) serta ke tiga pembicara yang handal (dr. Nani Hersunarti SpJP(K), Dr. dr. Bambang Budi Siswanto SpJP(K) dan dr. Ginova Nainggolan SpPD KGH).
Pembicara pertama dr. Nani Hersunarti SpJP(K) akan membawakan infark miokard dan gagal jantung peran penting antagonis aldosteron.
Gagal jantung yang diakibatkan oleh infark miokard akut merupakan masalah klinis yang muncul tersendiri. Aldosteron merupakan neurohormon yang mempunyai dampak terhadap elektrolit, yang mana berperan penting dalam progresivitas gagal jantung terutama disfungsi sistolik. Hormon tersebut berperan penting dalam proses remodeling kardiak dan patofisiologi gagal jantung setelah infark miokard.
Studi-studi klinis terutama menganalisis hasil akhir klinis penggunaan antagonis aldosteron yang dilakukan pada dua kelompok dengan subjek gagal jantung. Studi pertama RALES (Randomized Aldactone Evaluation Study) yang dikerjakan pada pasien gagal jantung advans kronik dan memperlihatkan aldosteron antagonis spironolakton mengurangi mortalitas secara signifikan.
Sampai saat ini, spironolakton masih merupakan satu-satunya obat farmakologis yang secara langsung menghambat efek yang kurang baik dari aldosteron. Penggunaan spironolakton haruslah diperhatikan efek samping akibat anti progesteron dan anti androgen, seperti ginekomasti dan ireguleritas menstruasi.
Keunggulan penghambat aldosteron  telah banyak dipublikasikan, dengan penghambat aldosteron selektif, eplerenon memperlihatkan pengurangan mortalitas dibandingkan placebo pada pasien gagal jantung post infark miokard.
Studi EPHESUS (the Eplerenone Post myocardial infarction Heart Failure Efficacy and Survival Study) menunjukkan penurunan yang signifikan pada mortalitas dan hospitali-  sasi pada pasien yang mendapatkan eplerenon secara randomisasi.
Studi ini juga menyatakan keamanan dan ditoleransi baik tanpa adanya peningkatan kejadian ginekomastia, impotensi ataupun gangguan menstruasi, yang memperlihatkan bahwa eplerenone merupakan penghambat aldosteron selektif tanpa aktivasi reseptor progesterone ataupun androgen.

Dr. dr. Bambang Budi Siswanto SpJP(K) dan Prof. Dr. dr. Budhi Setianto SpJP(K)

DR. dr. Bambang B Siswanto SpJP(K) membawakan eplerenon dalam studi EPHESUS dan EMPHASIS-HF.
Berdasarkan studi mengenai gagal jantung yang dilakukan di Indonesia, gagal jantung menjadi penyebab utama tingginya angka readmisi dan mortalitas. Mortalitas di rumah sakit sekitar 6.5-12% dan readmisi dalam follow-up 6 bulan mencapai 29%.
Studi lainnya yang dilakukan di PJNHK memperlihatkan tingginya kadar NT pro BNP, EF < 20%, edema dengan BMI > 30kg/m2, Hb < 12g/dl, Na < 130mmol/L dan tidak menggunakan beta blocker merupakan prediktor readmisi dan mortalitas.
Study EPHESUS tahun 2003 dibuat untuk melihat keunggulan eplerenon pada pasien gagal jantung setelah kejadian infark miokard, dari total 6632 pasien didapatkan 1012 kematian. Dimana studi ini menunjukkan penurunan yang signifikan risiko mortalitas untuk semua sebab sekitar 15% (RR 0.85; 95% CI 0.75-0.96, p = 0.008).
Risiko kematian sebab kardiovaskuler atau hospitalisasi akibat kardiovaskuler secara signifikan mengalami penurunan 13% dibandingkan placebo (RR 0.87; 95% CI 0.79-0.95, p = 0.002). Studi ini memperlihatkan keuntungan pemberian eplerenon dini pada pasien gagal jantung setelah kejadian infark miokard.
Studi EMPHASIS-HF yang dilakukan tahun 2011 bertujuan untuk melihat efek eplerenon pada pasien gagal jantung dengan disfungsi sistolik kronis. Pasien- pasien dengan usia > 55 tahun, EF < 30%, QRS > 130 mdet, hospitalisasi dalam 6 bulan terakhir, BNP >= 250 pg/ml atau NTproBNP >= 500 pg/ml pada pria dan >= 750 pg/ml pada wanita diobservasi selama 15 hari. Dari 2737 pasien yang diberikan eplerenon atau placebo, terdapat 18.3% kematian atau hospitalisasi pada kelompok eplerenon dibandingkan 25.9% kelompok placebo (p < 0.0001).
Pemberian eplerenon menghasilkan penurunan 37% pada hasil akhir kematian oleh sebab kardiovaskuler ataupun hospitalisasi karena gagal jantung, 24% penurunan mortalitas oleh sebab apapun, 23% penurunan hospitalisasi oleh sebab apa-pun. Sehingga penggunaan eplerenon pada gagal jantung setelah kejadian infark miokard berguna untuk menurunkan mortalitas dan rehospitalisasi gagal jantung.

Dr. dr. Bambang Budi Siswanto SpJP(K), dr. Nani Hersunarti SpJP(K) dan dr. Ginova Nainggolan SpPD KGH

dr. Ginova Nainggolan SpPD-KGH memberikan suatu wawasan hipotesis kardiorenal dengan peranan ginjal pada gagal jantung.
Dalam peranannya ginjal memang dapat berperan menyebabkan gagal jantung akut, yang akan dilihat di kardiorenal tipe 1. Dimana sindroma kardiorenal tipe 1 terdapat peningkatan perburukan fungsi kardiak yang mengakibatkan injuri ginjal akut (AKI).
Mekanisme untuk terjadinya kardiorenal tipe 1 melibatkan jalur yang kompleks dan multipel. Kepentingan klinis tiap mekanisme sepertinya berbeda dari individu satu dengan yang lainnya dan dari situasi satu ke situasi lainnya.
Pada gagal jantung akut, AKI sepertinya lebih parah pada pasien dengan gangguan fraksi ejeksi ventrikel kiri dibandingkan dengan fungsi ventrikel kiri yang normal. Prinsip klinis pertama dari kardiorenal tipe satu adalah onset AKI yang terjadi merupakan akibat rendahnya perfusi ke ginjal sampai dugaan lainnya tidak terbukti.
Kedua, adanya penurunan respon diuretik, dimana berakibat kegagalan diuretik (diuretic braking) dan retensi natrium post diuretik. Beberapa penanda biologis yang dapat digunakan untuk melihat kejadian AKI diantaranya, kreatinin, NGAL, KIM1, ataupun sistatin-C.
Kemudian acara dilanjutkan dengan tanya jawab yang isi pertanyaan yang mengarah pada peran eplerenon terhadap kejadian infark miokard pada pasien dengan gagal jantung dan mekanisme terjadinya AKI serta obat yang dapat mencegah progresivitas kerusakan ginjal pada gagal jantung.
SL Purwo 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar