pita deadline

pita deadline

Rabu, 02 Mei 2012

Insidens dan Prognosis Hipertensi Resisten pada Pasien Hipertensi

“Pasien dengan hipertensi resisten memiliki peningkatan risiko kejadian kardiovaskuler.”

HIPERTENSI yang tidak terkontrol merupakan salah satu faktor risiko kardiovaskuler terpenting di dunia sekarang ini dan menyumbang peningkatan risiko terhadap stroke, infark miokard, gagal jantung dan gagal ginjal.
Menurut AHA, hipertensi resisten  adalah tekanan darah yang masih di atas target walaupun telah menggunakan 3 anti hipertensi berbeda dimana salah satu anti hipertensinya diuretik.
Prevalensi berkisar 3-30% untuk pasien hipertensi yang membutuhkan >= 3 anti hipertensi, akan tetapi insidens hipertensi resisten belumlah ada, sehingga dilakukanlah studi oleh Daugherty et al.
Studi kohort retrospektif ini menggunakan dua data perencanaan kesehatan terpadu termasuk di dalamnya pasien dengan insidens hipertensi yang diterapi anti hipertensi diantara tahun 2002 dan 2006.
Pasien di follow up untuk mengetahui timbulnya hipertensi resisten yang sesuai dengan kriteria AHA.
Peneliti menentukan insiden kejadian kardiovaskuler (mortalitas, infark miokard, gagal jantung, stroke ataupun gagal ginjal) pada pasien dengan atau tanpa hipertensi resisten dengan penyesuaian untuk masing-masing pasien dan karakteristik klinis.
Di antara 205.750 pasien dengan insidens hipertensi, 1.9% berkembang menjadi hipertensi resisten dalam median 1.5 tahun dari terapi awal (0.7 kasus per 100 orang per tahun selama follow up).
Pasien tersebut kebanyakan laki-laki, usia tua dan memiliki risiko tinggi DM dibandingkan pasien non hipertensi resisten.
Selama median follow up 3.8 tahun, tingkat kejadian kardiovaskuler secara signifikan sangat tinggi pada pasien dengan hipertensi resisten (18% vs 13.5%, p < 0.001).
Setelah penyesuaian terhadap pasien dan karakteristik klinis, hipertensi resisten dihubungkan dengan risiko tinggi  kejadian kardiovaskuler (HR 1.47; 95% CI 1.33-1.62).
Sehingga pasien-pasien dengan insidens hipertensi dengan terapi, akan berkembang menjadi hipertensi resisten dalam 1 dari 50 pasien.
Dimana pasien dengan hipertensi resistensi akan memiliki risiko tinggi kejadian kardiovaskuler, dibutuhkan usaha yang besar untuk memperbaiki keluaran hipertensi pada populasi. (Circulation 2012; 125: 1635-42)

SL Purwo

Opini: Kardiologis Perempuan Sebagai PUBLIC RELATION

PADA tanggal 21 April 2012 yang lalu, saat visite pasien, terlihat beberapa karyawan wanita berpenampilan lain. Lebih feminin dari biasanya. Katanya, sekarang sedang memperingati hari Kartini. Hari kaum perempuan. Dengan spontan disampaikan,  selamat Hari Kartini. Esok dan seterusnya “Hari Kartono”. Bulan Desember tanggal 22, Hari Ibu! Selain hari itu adalah “Hari Bapak”. Dengan spontan semuanya cemberut.
Konon, Margareth Thatcher, PM Inggris saat perang Malvinas, bukan hanya cemberut tapi pernah marah-marah. Gara-gara berita koran yang menyebutkan bahwa Margareth Thatcher adalah satu-satunya “jantan” dalam jajaran pemimpin dunia. Bahkan dijuluki The Iron Lady. Tentu saja tulisan itu bermaksud baik. Ingin memuji keberanian dan ketegasan sikap sang perdana menteri. Tapi, pitamlah sang wanita besi tersebut, katanya: Mengapa yang baik dan hebat itu harus selalu “jantan?”
Seorang tokoh Women’s Lib mengajak seorang nyonya untuk ikut serta dalam  gerakannya. Sang nyonya nampaknya berminat. Lalu berkata, wou saya tertarik. Tapi, maaf terlebih dahulu, saya harus minta izin suami.

Paradoks Perempuan
Benarkah dunia kita ini adalah dunianya kaum pria? Jawabnya, pasti tidak! Sekarang ini justru dunianya kaum wanita. Mereka jauh lebih mudah mendapatkan pekerjaan daripada kaum pria. Sang bapak yang resmi berkuasa, tapi sang istri yang pengendali sebenarnya. “Dalam kehidupan tangsi, bila bapak kolonel maka ibu jenderal”.
Tapi sesungguhnya, kenyataan yang terdalam menunjukkan bahwa dunia kita sekarang ini masih dunianya kaum pria. Ketika kewanitaan diidentikkan dengan kelemahan, bukan kelemah-lembutan, diasosiasikan dengan ketergantungan bukan kemandirian. Ketika yang hebat itu disebut “jago”, tapi yang “tuna susila” itu selalu wanita. Ketika pria yang palingsering diingatkan “awas sakit jantung”, tapi fakta bahwa wanita yang paling malas berolahraga. Bahkan meninggal dunia akibat penyakit tidak menular di kawasan ASEAN didominasi kaum wanita, yakni 61,5% dari total kematian.

Kesetaraan Gender
Sampai hari ini sebagian kaum perempuan masih aktif dalam perjuangan persamaan hak dengan kaum laki-laki atau yang lazim disebut kesetaraan gender. Peringatan Hari Kartini identik dengan perjuangan emansipasi.
Sebenarnya sebagian besar perempuan yang sedang berjuang itu adalah para perempuan yang sudah “merdeka”. Biasanya mereka itu dari kalangan wanita karir yang sukses, punya prestasi, punya background pendidikan yang tinggi. Dan mereka tetap giat berjuang atas nama semua perempuan yang masih merasa tidak memiliki hak   setara dengan laki-laki. Sebenarnya bukan karena laki-laki menjadikan wanita sebagai obyek, melainkan karena perempuan sendiri yang berlaku demikian.
Dalam parlemen di Indonesia ada sekelompok pejuang perempuan yang meminta kuota 30% dalam keanggotaan legislatif, meminta daftar nama perempuan di barisan atas dalam pemilihan. Bahkan iklan tentang ini banyak diekspos di televisi. Ini justru sangat bertentangan dengan perjuangan feminisme. Sebab kalau meminta quota artinya kaum perempuan ini yakin tidak mampu bersaing secara normal dengan laki-laki dalam dunia politik, sehingga perlu quota. Apabila para aktivis perempuan ini yakin betul bahwa kemampuan kaum perempuan sejajar dengan laki-laki, mengapa tidak bersaing secara fair saja.

Perempuan Perki
Di Indonesia kesetaraan gender sudah sangat baik, lihat saja Megawati, beliau seorang perempuan yang menjadi Presiden, sebuah sukses dalam peraihan karir yang paling tinggi di negeri ini. Bahkan seorang anggota Perki Dr.dr. Fadillah Supari, SpJP menjadi Menteri Kesehatan dalam Kabinet Pembangunan I. Dalam lingkungan kardiologi, ada Prof. Lily Rilantono, SpJP seorang profesional handal yang masih tetap berkiprah hingga kini. Tiga puluh tahun yang lalu, periode 1984-1987 beliau terpilih sebagai Ketua Umum PP Perki. Jejaknya telah diikuti oleh sang murid, dr. Anna Ulfah Rahayoe, SpJP yang sebentar lagi akan melepaskan jabatan sebagai Ketua Umum PP Perki 2010-2012. Prof.dr. Ganesja M. Harimurti, SpJP yang pernah malang melintang sebagai PP Perki, bahkan kini masih pada posisi strategis dalam pendidikan SpJP sebagai Ketua Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI.
Profil-profil ini cukup menggambarkan bahwa perempuan mempunyai andil hebat dalam perikehidupan kemasyarakatan dan perikehidupan Perki pada khususnya. Selamat, kaum perempuan! Bahwa kaum perempuan mampu membuktikan bahwa potensi karir dan intelektual antara perempuan dan laki-laki adalah setara.

Paguyuban perempuan
Lalu apa lagi yang harus diperjuangkan? Sampai kapan kaum perempuan berjuang untuk kesetaraan gender? Saya rasa jawabannya gampang saja “sampai pada saat mereka tidak teriak-teriak lagi soal kesetaraan gender.” Masalah kesetaraan gender yang gencar didengungkan kaum perempuan itu akan selalu ada jika kaum perempuan tidak pernah merasa bahwa laki-laki adalah “mitra” melainkan sebagai pesaing dan musuh.
Dengan demikian sangat mengherankan bila masih ada kaum feminis Indonesia tidak merasa terwakili oleh prestasi yang diraih mereka ini. Pola pikir DPR berbeda dengan RPD. Riwayat Penyakit Dahulu selalu direfleksikan ke konteks kekinian dalam membangun diagnosis.
Dideklarasikannya Indonesian Women Cardiologist (IWoC) sebagai paguyuban para kardiologis wanita Indonesia dalam meningkatkan kepedulian bagi kaumnya terhadap penyakit kardiovaskuler, perlu disambut dengan baik oleh organisasi profesi dengan memberi kesempatan menjadi public relation penguatan legitimasi kompetensi bagi semua pemangku kepentingan Perki khususnya bagi kelompok kategorial perempuan. A man is known by the companion he keeps. Seseorang bisa dikenal jiwanya dengan siapa ia berteman.
Dr.Dolly RD Kaunang, SpJP, FIHA

Workshop on Cardiovascular Imaging, 21st ASMIHA

JUM'AT, 6 April 2012 di Ritz Carlton Kuningan, saya berkesempatan mengikuti workshop pencitraan kardiovaskuler yang diketuai oleh dr Manoefris Kasim SpJP(K), SpKN.
Workshop ini meliputi prinsip dasar CMR (Cardiovascular Magnetic Resonance), late gadolinium enhancement pada penyakit jantung iskemik dan CMR pada sindroma koroner akut oleh Prof Hamed Oemar; SPECT MPI, perfusi dan studi viabilitas oleh dr Manoefris; kardiomiopati, penyakit perikard dan penyakit jantung kongenital oleh dr Saskia D Handari serta adenosin perfusion MRI oleh dr Ardian Saputra serta yang terakhir mengenai pelayanan MRI kardiak oleh dr Sony Hilal W.

Prof. Hamed Oemar
Prof Hamed Oemar menerangkan keunggulan CMR yaitu tanpa adanya radiasi terionisasi yang diberikan pada pemeriksaan CMR, sehingga memberikan rasa aman terhadap radiasi, CMR ini juga dapat digunakan untuk pemeriksaan seluruh tubuh tanpa adanya limitasi dari habitus tubuh  dan yang terakhir modalitas ini digunakan untuk melihat parameter-parameter yang berbeda dari anatomi dan fungsi kardiovaskuler.
 CMR ini dapat digunakan untuk menilai ukuran LV dan RV, morfologis, fungsi sistolik dan diastolik, serta menilai karakteristik jaringan miokard pada pasien gagal jantung. Dimana untuk melihat dimensi dan morfologi dapat menggunakan teknik spin echo dan double inversion recovery, menilai fungsi dapat dengan teknik cine SSFP (steady state free precession) atau cine GRE (gradient echo) maupun tissue tagging.
Sementara untuk menilai karakteristik jaringan dapat menggunakan kontras maupun non kontras. Pada teknik yang menggunakan non kontras meliputi T1 weighted spin echo untuk melihat adanya lemak, T2 weighted spin echo untuk melihat peningkatan cairan, T2* weighted sequences untuk melihat besi. Sementara yang menggunakan kontras dengan teknik T1 weighted spin echo untuk mengetahui adanya inflamasi, T1 weighted/inversion recovery untuk mengetahui adanya nekrosis, fibrosis dan amiloid miokard.
Kombinasi perfusi stres, fungsi CMR dan LGE (late gadolinium enhancement) memberikan peluang penggunaan CMR sebagai tes dasar untuk mengidentifikasi pasien-pasien penyakit jantung iskemik dengan kelainan EKG saat istirahat atau inabilitas untuk latihan; mendefinisikan pasien-pasien CAD luas dan distribusinya dimana kandidat untuk prosedur intervensi serta menentukan pasien-pasien yang memang memiliki kandidat untuk intervensi.
CMR mungkin berguna untuk mengidentifikasi anomali koroner dan aneurisma, serta menentukan patensi koroner. Di beberapa senter, CMR digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan multivessel CAD tanpa paparan radiasi terionisasi atau penggunaan kontras radioaktif.
CMR dapat membantu penegakan dini dan akurat diagnosis NSTEACS pada pasien risiko rendah dan menengah. Dengan pola LGE yang terlihat pada CMR dapat menentukan etiologi injuri kardiak pada subset pasien dengan   klinis ACS yang tidak memperlihatkan adanya obstruksi koroner pada angiografi.
LGE-CMR dapat dengan jelas memperlihatkan infark sub endokard dan menilai infrak perluasan transmural yang berguna dalam prediksi fungsional pasien post MI.

dr. Manoefris Kasim
Dr Manoefris menjelaskan kegunaan SPECT MPI (myocardial perfusion imaging) dalam hal studi perfusi dan viabilitas. Ada beberapa protokol dalam melakukan pemeriksaan ini, baik dengan latihan maupun farmakologis, ECG gated atau non gated, single atau double isotop.
SPECT MPI dapat digunakan dalam beberapa modalitas stres termasuk latihan, dobutamin, atau vasodilator, tetapi modalitas pencitraan ini memiliki kelemahan dalam hal protokol acquisition yang lama dan resolusi spasial yang buruk dibandingkan modalitas lainnya serta limitasinya dalam mendeteksi defek perfusi subendokard.
Kelemahan tambahan adalah adanya artefak bergerak yang berhubungan dengan pergerakan pasien dan respirasi, artefak  volum parsial dan tersebar pada dinding inferior berhubungan dengan aktivitas usus dan bilier serta adanya variasi artefak akibat pergerakan dada dan subdiafragma.
Kriteria yang sesuai telah dipublikasikan untuk SPECT MPI dan memberikan panduan kapan modalitas tersebut digunakan untuk perfusi miokard. Terdapat banyak literatur yang mengevaluasi sensitivitas dan spesifisitas SPECT MPI untuk mendeteksi CAD. Namun studi CE-MARC memperlihatkan modalitas pencitraan CMR lebih unggul dibandingkan SPECT.
Karena banyaknya kelemahan SPECT untuk melakukan studi perfusi dan viabilitas miokard, sehingga untuk mengatasinya dapat menggunakan modalitas CMR. Di Harapan Kita sendiri mempunyai kedua modalitas tersebut.
CMR-MPI dapat menggunakan stress dengan dobutamin maupun dipiridamol, sementara studi viabilitas dapat menggunakan teknik LGE.

dr Saskia D Handari memberikan penjelasan mengenai penggunaan CMR pada kardiomiopati, penyakit perikard dan penyakit jantung kongenital.
Kardiomiopati dapat terdeteksi dengan modalitas CMR, yaitu adanya DE-CMR (delayed enhancement) dimana terdapat pola  spesifik fibrosis dan skar jaringan pada keadaan kardiomiopati.
Kardiomiopati iskemik ditandai adanya subendokard late enhancement yang dihubungkan dengan nekrosis kardiak pada pemeriksaan histopatologis yang konsisten dengan pola “wave front phenomenon”.
Kebanyakan kardiomiopati non iskemik memperlihatkan pola berbeda pada late enhancement termasuk miokarditis, sarkoidosis, amiloidosis, penyakit Anderson-Fabry, penyakit Chagas dan myocardial noncompaction.
Kardiomiopati dilatasi idiopatik menunjukkan adanya DE CMR skar pada dinding mid, dengan kecenderungan dinding basal dan mid interventrikuler septum juga terkena. Sementara miokarditis akut dapat menggunakan non breath hold T1 weighted spin echo pulse sequence yang memperlihatkan  hyperenhancement.
Penyakit perikard dapat memperlihatkan adanya cairan transudat biasanya dapat terdeteksi dengan metode intensitas sinyal rendah T1 weighted spin echo dan intensitas sinyal tinggi T2 weighted sequences CMR, sementara eksudat memperlihatkan peningkatan relaksasi T1 (intensitas sinyal tinggi) dan penurunan relaksasi T2 (intensitas sinyal rendah).
Sementara perikarditis konstriktif dapat dikenali menggunakan T1 weighted TSE sequences yang memperlihatkan hyperintense (terang) epikard dan lemak perikard ditandai dengan hypointense (gelap) perikard, juga dapat hypointense pada cairan perikard.
Indikasi mayor CMR untuk evaluasi pasien dengan penyakit jantung kongenital adalah deskripsi segmental anomali kardiak; evaluasi anomali aorta torakal; deteksi non invasive dan besarnya shunt, stenosis, dan regurgitasi; evaluasi malformasi konotrunkal dan kompleks anomali; identifikasi anomali vena sistemik dan pulmoner; serta sudi-studi post operasi.
Adapun metode yang sering digunakan untuk mendeteksi penyakit jantung kongenital adalah ‘black-blood’ spin echo images, ‘white-blood’ gradient echo/steady state, phase contrast imaging dan contrast enhancement MR angiography.

dr. Ardian J Saputra
dr Ardian J Saputra menerangkan stress perfusi adenosin pada CMR, dengan dasar perubahan intensitas sinyal miokard selama waktu pemberian IV kontras pertama (first pass imaging).
Adapun kontraindikasi  pemeriksaan modalitas ini  adalah AV blok derajat dua atau tiga, sindroma sinus sakit, penyakit bronkus konstriktif aktif, hipotensi dan   alergi terhadapa adenosin.
 Efek yang tidak diinginkan mungkin berpotensi timbul adalah flushing, nyeri dada, palpitasi, sesak, jarang AV blok transien, hipotensi sinus takikardi dan bronko spasme.
Interpretasi CMR perfusi adalah kualitatif visual (eye balling), semikuantitaf yang memakan banyak waktu dan kuantitatif untuk penelitian. Sekarang ini yang sering digunakan adalah analisis kualitatif visual.
Perfusi yang normal akan memperlihatkan peningkatan kontras yang homogen dimulai dari epikard sampai endokard. Sementara jika terjadi abnormalitas akan nampak pelambatan dan hilangnya peningkatan intensitas sinyal.
Karakteristik defek perfusi CMR adalah adanya bagian non enhancing dari miokard selama first pass imaging, lebih sering pada subendokard dan transmural, jika terjadi pada dua atau lebih koroner dapat terlihat sebagai defek perfusi yang terpisah dan jika terlihat defek subendokard yang tidak sesuai dengan daerah perfusi harus dikeluarkan sebagai suatu artefak.

dr. Sony Hilal
Sementara pembicara terakhir dr Sony Hilal memberikan gambaran pelayanan CMR di senter pendidikan, protokol dan analisis CMR.
Adapun indikasi untuk pemeriksaan CMR adalah pada pasien gagal jantung untuk menilai ukuran dan morfologis LV dan RV, karakteristik jaringan miokard; CAD untuk mengidentifikasi anomaly koroner dan menentukan patensi koroner; penyakit jantung iskemik untuk mengidentifikasi pasien dengan gejala iskemik dengan abnormalitas EKG istirahat atau latihan serta kandidat intervensi; pasien dengan infark miokard, penyakit katup jantung, penyakit perikard, PAD, carotid arterial disease maupun penyakit arteri renal.
Sementara protokol pemeriksaan CMR dapat mengikuti CMR image acquisition protocols 2007. Adapun analisis per penyakit sesuai dengan modalitas yang diperiksa, dapat menggunakan media kontras maupun tidak.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan dari workshop ini adalah pemeriksaan modalitas pencitraan CMR terus berkembang dan dapat digunakan untuk memeriksa kelainan-kelainan kardiovaskuler.

SL Purwo

Konsumsi Minuman Berpemanis, Risiko Insidensi Penyakit Jantung Koroner dan Biomarker pada Pria

KONSUMSI minuman berpemanis gula secara nyata dihubungkan dengan peningkatan berat badan dan DMT2.
Walaupun demikian studi yang menginvestigasi hubungan antara asupan minuman berpemanis gula dan insidensi penyakit kardiovaskuler sangatlah sedikit.
Hubungan tersebut mungkin saja dihubungkan dengan adipositas dan DMT2, dalam studi kesehatan perawat disebutkan bahwa minuman berpemanis gula  dihubungkan dengan PJK walau telah dilakukan penyesuaian beberapa faktor, dimana menyimpulkan adanya mekanisme lain yang berperan.
Soda diet dengan pemanis buatan telah disebutkan sebagai alternatif pengganti gula, akan tetapi beberapa studi kohort prospektif memperlihatkan adanya hubungan dengan disfungsi kardiometabolik.
Untuk mengetahui hubungan antara minuman berpemanis gula dan berpemanis buatan dengan PJK serta mengidentifikasi mekanisme yang mungkin berperan antara asupan minuman, lemak darah, HbA1c, faktor inflamasi dan adiponektin, dilakukanlah studi kohort prospektif oleh Malik et al.
Menggunakan data dari studi professional kesehatan yang telah di follow up terhadap 42.883 pasien pria.
Hubungan rerata kumulatif asupan minuman berpemanis gula (soda) dan berpemanis buatan (soda diet) dengan PJK fatal dan non fatal (infark miokard) diperiksa menggunakan model proportional hazard.
Terdapat 3.683 kasus PJK selama follow up 22 tahun. Pasien yang berada pada kuartil atas asupan minuman berpemanis gula memiliki 20% lebih tinggi risiko relatif PJK dibandingkan kuartil bawah (RR 1.2; 95% CI 0.93-1.12; p = 0.28).
Asupan minuman berpemanis gula, namun tidak minuman berpemanis buatan, secara signifikan dihubungkan dengan peningkatan trigliserida, protein C reaktif, IL6 dan reseptor 1 dan 2 TNF, serta penurunan HDL, lipoprotein a dan leptin (p < 0.02).
Hal ini diduga minuman berpemanis gula akan meningkat faktor inflamasi, dimana inflamasi merupakan faktor kunci pathogenesis PJK dan penyakit kardiometabolik.
Hasil studi ini dan beberapa studi  observasional serta trial dapat memberikan rekomendasi untuk mengurangi konsumsi minuman berpemanis gula untuk mencegah PJK. (Circulation 2012; 125: 1735-41)

SL Purwo

Denervasi Ginjal untuk Hipertensi Resisten

“Denervasi simpatis ginjal dapat menurunkan tekanan darah pasien hipertensi resisten dengan dasar aktivitas simpatis yang berlebih serta prosedur ini aman dan efektif.”

HIPERTENSI resisten didefinisikan sebagai tekanan darah yang tidak terkontrol walau telah menggunakan dosis optimal tiga anti hipertensi, dimana salah satunya adalah diuretik.
Prevalensi hipertensi resisten hampir 30% di beberapa bagian, tetapi prevalensi yang benar sekitar 5% di beberapa senter rujukan.
Walaupun banyak faktor yang menyumbang untuk terjadinya hipertensi resisten (ketidakpatuhan pasien, ketidaktahuan dokter, kombinasi obat yang tidak tepat ataupun dosis yang kurang serta penyebab sekunder lainnya), nyatanya persentase kecil pasien hipertensi akan sulit dikontrol tekanan darahnya.
Mayoritas pasien dengan hipertensi resisten dan tanpa sebab sekunder telah mengaktifkan sistem saraf simpatis dan peningkatan keluaran rangsang simpatis.
Meskipun telah muncul berbagai macam anti hipertensi, akan tetapi tingkat kontrol pasien masih tetap rendah di seluruh dunia, mengakibatkan angka prevalensi akan tetap meningkat sehingga diperlukan terapi lain selain medikamentosa.
Inervasi simpatis ke ginjal merupakan implikasi dari patogenesis hipertensi melalui efek sekresi renin, peningkatan aktivitas renin plasma yang mengakibatkan retensi natrium dan cairan serta penurunan aliran darah ke ginjal.
Aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf simpatis mengakibatkan berbagai jenis penyakit kardiovaskuler dan ginjal.
Terdapat korelasi yang nyata antara aktivitas simpatis, tingkatan penyakit dan hipertensi, dengan hampir semua pasien hipertensi menunjukkan aktivitas berlebih simpatis.
Ginjal mempunyai peran penting dalam aktivitas saraf simpatis. Baro dan kemoreseptor yang mengaktifkan saraf aferen simpatis dari ginjal ke nuklei simpatis sistem saraf pusat.
Hal ini akan meingkatkan aktivitas simpatis serta peningkatan pelepasan neurotransmiter pada organ target.
Intervensi farmaseutikal dapat dilakukan dengan blokade RAAS (renin, ACEI dan penghambat AT1 reseptor) dan antagonis reseptor adrenergik perifer serta obat simpatolitik sentral.
Jika terapi farmaseutikal tidak berhasil dalam mencapai target tekanan darah, dapat dipertimbangkan dalam terapi hipertensi seperti denervasi ginjal.
Denervasi simpatis ginjal adalah pendekatan terbaru dan mungkin yang paling menjanjikan untuk mengatasi pengaruh sistem saraf simpatis pada ginjal dan hemodinamik sistemik.
Simpatektomi parsial telah dilakukan lebih dari 40 tahun yang lalu pada pasien hipertensi malignan.
Simpatektomi menjadi tindakan utama yang dilakukan pada pasien hipertensi berat atau malignan serta pasien dengan gangguan kardiovaskuler walau dengan tekanan darah yang normal, dengan munculnya terapi medikamentosa tindakan tersebut hanya diperuntukkan pada pasien yang gagal dengan anti hipertensi.
Sementara simpatektomi total secara teknis tidak praktis dan bertoleransi buruk pada kebanyakan pasien, selain itu juga membutuhkan waktu rawat dan perbaikan klinis yang lama serta hanya dilakukan di senter yang memiliki ahli bedah yang berpengalaman.
Simpatektomi terbukti efektif dalam mengurangi tekanan darah secara cepat setelah operasi dan hasilnya tetap bertahan dalam jangka waktu lama pada kebanyakan pasien serta dihubungkan dengan meningkatnya harapan hidup.
Dua kelemahan simpatektomi adalah butuhnya ahli bedah dan seringnya kejadian yang tidak diinginkan (hipotensi ortostatik, takikardia ortostatik, palpitasi, sesak nafas, anhidrosis, tangan dingin, ketidaknyamanan intestinal, kehilangan ejakulasi, disfungsi seksual, injuri duktus torak dan atelektasis) selama prosedur ini.
Denervasi simpatis ginjal menunjukkan banyak keuntungan dibandingkan simpatektomi radikal sekitar dekade ke lima.
Tindakan ini merupakan prosedur terlokalisir, minimal invasif dan tidak ada efek samping serta lama prosedur dan waktu penyembuhan yang cepat.
Strategi denervasi ginjal ini dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan pada pasien hipertensi resisten.
Pada studi the simplicity HTN-2 yang merupakan multisenter, prospektif, terandomisasi pasien-pasien dengan nilai acuan tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih (>= 150 mmHg untuk pasien DMT2) dan telah diterapi dengan 3 anti hipertensi.
Pengukuran tekanan darah kantor pada kelompok denervasi ginjal menurun 32/12 mmHg (SD 23/11, baseline 178/96 mmHg, p < 0.0001) tanpa adanya efek samping.
Pada follow up 6 bulan, kelompok denervasi ginjal terjadi penurunan tekanan darah sistolik sebesar 10 mmHg atau lebih dibandingkan dengan kontrol.
Studi ini memperlihatkan denervasi ginjal dapat dengan aman dilakukan dan secara nyata menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi resisten.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan pendekatan denervasi ginjal ini dapat menjadi salah satu terapi dalam mencapai target tekanan darah pasien hipertensi resisten serta prosedur ini aman dan efektif.

(J Am Coll Cardiol Intv 2012; 5: 249-58, 
Inter J of Hypert 2011; 518: 1-8, 
Lancet 2010; 376: 1903-09)
SL Purwo 

“MINI CATH LAB” Mulai Beraksi



SEMULA banyak yang meragukan operasional “Mini Cath Lab” sumbangan Bank Rakyat Indonesia ini. Tetapi berkat bantuan General Electric (GE) perusahaan raksasa Amerika penjual alat ini, apa yang diimpikan dr. Sunarya Soerianata, SpJP(K) menjadi kenyataan. Ia pernah melakukan peninjauan ke India, dan menyaksikan bagaimana “Mini Cath Lab” beraksi disana. Tentu buat GE tak menjadi masalah memobilisasi alat ini, karena sekaligus menjadi ajang promosi produknya. Simbiosa muatualistis begitulah kira-kira.
Adalah Rumah Sakit Arjawinangun, Cirebon yang berespons terhadap tawaran kegiatan “Mini Cath Lab”. Kegiatan dilaksanakan Sabtu dan Minggu tanggal 14 - 15 April yang lalu. Dari total 14 kasus, satu diantaranya dilakukan Percutaneus Coroner Angioplasty. Dalam 5 jam sebanyak 9 prosedur diagnostic koroner-angiografi dilakukan. Semua prosedur trans-radial, sehingga pasien bisa cepat pulang. Dr. Sunarya dibantu oleh dr. Suryadharma, SpJP, tenaga muda yang potensial.
Tentu semua ini dapat terlaksana berkat kerja keras kolega kita di wilayah kabupaten Cirebon, terutama dr. Gugun SpJP dan dr. Armand SpJP, yang bekerjasama dengan Pemda setempat. Kabupaten Cirebon memang termasuk daerah basah buat SpJP, hampir semuanya mempunyai fasilitas echocardiografi dan treadmill di tempat praktek masing-masing, mereka maju serempak. Adalah Dr. Hizbullah, SpJP yang menjadi pionir pelayanan jantung disana, kemudian disusul dr. Suhendi SpJP dan dr.  Edial SpJP, ketiganya bekerja di RSUD Gunung Jati Cirebon. Mudah-mudahan “Mini Cath Lab” ini juga segera beroperasi di rumah sakit ini.

Dr. Anna Ulfah Rahajoe, SpJP(K), FIHA

World Congress of Cardiology 2012 di Dubai

World Congress of Cardiology (WCC) 2012 ini diselenggarakan di area konvensi Dubai. Keluar dari pesawat, kita sudah   dapat menikmati suasana airport yang megah, sejuk dan bersih. Sepanjang jalan menuju hotel juga kita disuguhi pemandangan jalan dan bangunan yang tertata rapi. Keindahan bunga, pohon palm dan rumput hijau terhampar bak permadani menghiasi daerah gurun pasir ini. Tak terbayang berapa besar biaya pemeliharaan tanaman-tanaman yang mesti bertahan hidup dari kekeringan itu. Bangunan tinggi menjulang dengan berbagai gaya arsitektur, hotel-hotel mewah ada dimana-mana dilengkapi mall-mall yang menjual barang-barang “branded”. Cleaveland Clinic dan Samsung Medical Center juga ikut meramaikan pelayanan medis di kota itu. Padahal penduduk Dubai hanya 2 juta dan sebagian besar pendatang.
Kenapa mereka begitu getol membangun? Mungkin karena Dubai sudah memprediksi bahwa dalam beberapa tahun  mendatang simpanan minyak mereka akan habis, sehingga mereka harus membangun kota niaga dan tourism yang mampu menghasilkan uang seperti minyak mereka sekarang.
Arena konvensi sangat luas, mampu menampung puluhan ribu peserta WCC yang datang dari seluruh penjuru dunia. Dari Indonesia saja lebih dari seratus orang dokter spesialis jantung dan pembuluh darah yang ikut, sungguh membanggakan melihat begitu banyak anggota PERKI hadir di sana. Walaupun sempat beberapa diantaranya menggerutu, karena dipinggir kiri bawah name-tag nya tertulis: Delegates from low or lower-medium income countries. Apa boleh buat, negara kita memang termasuk dalam kategori ini, walaupun mungkin  peserta Indonesia sebenarnya yang paling banyak belanja di Dubai !
Dr. Antonia Anna Lukito SpJP(K), FIHA tampil dalam oral presentasi mengenai studinya Hubungan pulse presure dengan kalsifikasi koroner, sedangkan Dr. Mohammad Saifur Rohman PhD mempresentasikan studinya mengenai diabetes mellitus kaitannya dengan infark miokard akut, dalam bentuk poster.
Kalau dilihat dari jumlah SpJP yang hadir, memang dua presentasi sangat minim. Kita patut malu, karena seorang awam: ibu Mia Hanafiah tampil berbicara tentang Tobacco Control in Indonesia. Rasa maluku menjadi-jadi, ketika seorang anggota PERKI dari daerah menegurku: “apakah anda sebagai Ketua akan diam saja melihat anggota PERKI dari Institusi Pendidikan, hadir untuk city tour beberapa jam di Dubai, lalu terbang ke Eropa untuk jalan-jalan?” Sungguh kalimat ini bagaikan tamparan di pipiku……
Acara ilmiah WCC sangat padat, tetapi yang juga dominan adalah laporan berbagai negara mengenai upaya prevensi penyakit kardiovaskular. Sebagai anggota WHF,  Ketua PERKI harus menghadiri rapat anggota WHF yang memberikan wawasan global tentang strategi melaksanakan pencegahan penyakit kardiovaskular.
Dihadapan dr. Srinath Reddy President WHF yang baru, PERKI mengusulkan ada global fundingand technical assistance untuk gerakan  prevensi ini, khususnya bagi negara yang tergolong low-medium income countries. Tak mungkin target WHF menurunkan angka kematian akibat PTM sebesar 30% pada tahun 2025 dapat tercapai, tanpa bantuan itu.Karena di sanalah 80% kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) terjadi, yaitu di negara-negara yang dukungan finansial untuk prevensi PTM sangat terbatas.
Gembira rasanya, ketika Prof. Sydney Smith menyampaikan janjinya untuk membantu Indonesia dalam pencegahan penyakit kardiovaskular, sebagaimana yang telah ia lakukan di China selama 12 tahun ini. Mudah-mudahan janji ini bukan basa-basi saja.

Dr. Betriza, Dr. Arieska Ann Soenarta, Dr. Antonia Anna Lukito dan Dr. A. Sari S. Mumpuni pada World Congress of Cardiology 2012 di Dubai.

dr. Anna Ulfah Rahajoe, SpJP(K), FIHA

Kardiologi Kuantum (6): Kardiomiopati Reversibel Akibat Stres

“Stres berat bagaikan ‘gelombang-badai simpatis’ meskipun bersifat sementara, dapat mengakibatkan kardio-miopati Takotsubo suatu kelainan anatomik apeks jantung pada fase sistolik yang menyerupai balon”- adalah perkiraan Kardiologi Kuantum, pemerhati masalah mental-spiritual dalam bidang kardiovaskular.


Dr. Arief Fadhilah Jumat pagi, 30 Maret 2012 mempresentasikan kasus ini untuk pertama kalinya di depan Konferensi Dep. Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI. Sangat mungkin juga baru pertama kali kasus ini diungkapkan di Indonesia, tentu saja dengan nama lainnya yang lebih populer yaitu sindroma Takotsubo.  Takotsubo adalah jebakan gurita (octopus) yang sampai kini masih dipakai oleh nelayan Jepang.  Pertama kali dilaporkan dari Jepang oleh  Satoh dan Dote pada tahun 1900 yang mengemukakan bentuk ventrikel kiri pada fase sistolik tersebut mirip dengan bentuk jebakan oktopus.


Presentasi kasus Arief Fadhilah menjadi lebih seru ketika LV apical balooning tersebut ternyata membentuk elevasi segmen ST yang menyerupai infark miokard akut.  Inipun telah dilaporkan oleh Bybeka KA, dkk dalam jurnal Annals of Internal Medicine 2004. Kardiomiopati Takotsubo disebut juga apical ballooning syndrome, kardiomiopati terinduksi stress, sindroma patah hati adalah suatu sindrom yang umumnya ditandai dengan disfungsi sistolik dari segmen apikal miokard dan atau mid ventrikel kiri, yang bersifat sementara, yang menyerupai infark miokard, tetapi tanpa adanya penyakit jantung koroner yang signifikan. Kardiomiopati Takotsubo pertama kali dikemukakan di Jepang. Kardiomiopati tipe ini kemudian dilaporkan pada populasi non-Asia, termasuk Amerika Serikat  dan Eropa.
Istilah patah-hati lebih lazim dipakai sebagai terjemahan dari broken-heart dari pada patah-jantung.  Patah hati yang menyebabkan ‘badai simpatis’ tentu saja meningkatkan debaran jantung dalam waktu yang lama cukup untuk membentuk kelainan bilik kiri yang terdiri dari outflow track yang menyempit ditemani apeks yang menggelembung, seperti tempayan kecil.
Seorang wanita umur 68 tahun datang ke RS. Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dengan keluhan utama angina pektoris yang khas sejak dua hari sebelum dirawat.  Ia juga mengeluh sesak nafas, sesak yang berhubungan dengan aktifitas, posisi tiduran, dan terjadinya diwaktu malam. Tidak ada keluhan mual, keringat dingin, berdebar, atau episoda sakit kepala berat. Sehari sebelum dirawat pasien panas dan batuk dengan dahak yang berwarna kuning. Seminggu sebelumnya pasien diare 3-4 kali sehari, dengan cairan hijau, tidak ada darah, dengan perut merasa tidak enak.
Keluarga pasien menyatakan sejak dua minggu terakhir pasien lebih banyak murung dan bersedih karena memikirkan anaknya yang sedang mengalami gugatan hukum. Keluarganya menambahkan untuk 20 tahun ini pasien sering sesak nafas dan mengi yang tertolong dengan obat-obat asthma, tetapi 2 hari terakhir ini sesak nafasnya tidak berkurang. Yang bersangkutan adalah pasien baru rumah sakit tersebut dengan risiko penyakit penyakit kardiovaskuler hipertensi dan menopause.
Pada pemeriksaan fisik terlihat sakit berat dengan status kesadaran dan komunikasi yang baik. tekanan vena jugularis 5+3 cm H2O, suara jantungnya normal tanpa suara derap kuda maupun bising abnormal.  Suara pernafasannya normal dan tidak memanjang ketika ekspirasi.
Gambaran elektrokardiogram (EKG)-nya menunjukkan irama fibrilasi atrium dan meningkatnya segmen ST pada sadapan I, aVF, V1-V6. Pada pemeriksaan serial EKG di unit gawat darurat tidak ditemukan gambaran evolusi.
Rasio jantung-dada 58% dengan apeks yang menurun, pinggang jantung mendatar, ditemukan infiltrat, gambaran bendungan paru, dan tumpulnya sudut costophrenicus. Laboratotorim menunjukkan sedikit anemik dengan Hb 10,0 mg%, leukositosis (13.010) diikuti meningkatnya tanda-tanda infeksi. Troponin jantungnya sedikit meningkat (0,213) dan enzim trans-aminasenya (CKMB 23) dalam batas normal.
Ditegakkan diagnosis sebagai ADHF karena  sindroma koroner akut, hipertensi jantung dengan kemungkinan aneurisma ventrikel kiri, efusi pleura bilateral, anemia kekurangan zat besi, dan pnemoni bukan karena infeksi nosokomial.  Pada waktu dipindahkan dari Unit Gawat Darurat ke Unit Perawatan Intensif Kardiovaskular terjadi edema paru berat yang cepat teratasi.
Data ekhokardiogram menunjukkan segmen anterior dan anteroseptal yang diskinetik, segmen septum basalnya hiperkinetik, terlihat gambaran apeksnya seperti balon, regurgitasi aorta ringan, dan terdapat efusi perikardium dan pleuralnya minimal.  [EDD 45 ; ESD 37 ; mPAP 30 ; TAPSE 1,98 ; E/A<1; E/e’ 29 ; Concentric LVH (+)]
Pada kasus ini berdasarkan angiografi koroner telah dibuktikan tidak adanya lesi koroner yang signifikan, meskipun provokasi dengan menggunakan asetilkolin ataupun ventrikulografi untuk melihat gambaran ballooning segmen apikal ventrikel kiri tidak dilakukan.
Beberapa postulat dikemukakan sebagai patogenesis antara lain kadar katekolamin yang berlebihan, spasme arteri koroner, dan disfungsi mikrovaskuler. Kadar katekolamin yang berlebihan sebagai badai simpatis dapat menyebabkan disfungsi ventrikel kiri melalui spasme mikrovaskuler dan atau efek yang dimediasi katekolamin pada kardiomiosit.
Dinamika abnormal dari katekolamin yang terkait dengan gangguan emosi ini tampaknya memainkan peran penting dalam patogenesis kardiomiopati ini. Kardiomiopati Takotsubo meru-pakan jenis gangguan neurokardiologik yang bermanifestasi sebagai gagal jantung akut yang re-versibel. Gangguan yang tidak menetap ini memiliki prognosis yang baik dan memberikan kesempatan para dokter pada upaya promotif-preventif betapa pentingnya menyadari dan memperhatikan kesehatan mental-spiritual pasien, keluarga dan masyarakat sekelilingnya. (Sumber: ada pada Redaksi)

Budhi S Purwo

Peresmian Patung Alm. Dr. Sukaman, SpPD, SpJP di RSJPDHK, Jakarta

Ibu D. Bustanil Arifin, Prof. Ganesja M. Harimurti, Dr. Hananto Andriantoro dan 
Prof. Asikin Hanafiah berpose di depan Patung Alm. Dr. Sukaman.

TANGGAL 23 April 2011, mulai pukul 12.00 berlangsung acara-acara yang padat, sedikit menegangkan dan harap-harap cemas di auditorium RS. Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta. Tampak lalu lalang para tamu, staf yang berbaju batik, kumpulan penyanyi yang ber-dress code jas hitam lengkap, dan kelompok penyanyi yang berjaket kuning.
Tetapi kepadatan acara dan ketegangan itu tidak terlalu terasa karena tersiram oleh lagu-lagu merdu penuh harmoni dari alunan Paduan Suara dengan konduktornya yang penuh dedikasi terhadap jenis seni suara ini, Dr. Radityo “Karajan” Putro, SpJP, FIHA. Empat kelompok warna suara dasar paduan tersebut sering berperan sebagai melody utama. Alunan fokal-natural akibat bergetarnya pita-pita suara manusia ini diiringi oleh berbagai warna bunyi seperti string, gesek, perkusi, genderang, dan alat-alat tiup yang dibunyikan sebagai rythm-nya dari organ profesional telah membuat hati menjadi sejuk-dingin tidak lain karena harmony-kolektifnya.
Acara ini dimulai dengan pidato Prof. Ganesja M. Harimurti yang menerangkan bahwa profesi kedokteran mengedepankan kejujuran yang diletakkan dalam posisi yang tertinggi. Kejujuran ini berujung pada rasa menghargai peranan Dr. Sukaman sebagai the founding father kardiovaskular di Indonesia yang selama ini terlupakan oleh kita semua. Oleh karena itu, secara diam-diam ibu ketua departemen tersebut mengutarakan niatnya untuk membuat patung kenang-kenangan di depan pintu masuk RS. Jantung Harapan Kita, yang diamini oleh Direktur Utama-nya. Kemudian beliau menugaskan KoAdminKu-nya yang istimewa untuk membuka kemungkinan itu.
Tahap selanjutnya adalah kerja keras Dr.dr. Ismoyo Sunu SpJP, yang di dalam dunia pewayangan berperan sebagai tokoh Begawan Ismoyo yang bijak mencarikan “empu” Fadjar dari NewYork (-arto) alias Ngayogyokarto Hadiningrat, Yogyakarta, tempat bermukimnya banyak budayawan yang mumpuni di bidangnya. “Eyang” Fadjar adalah termasuk orang yang sangat paham dalam seni membuat patung orang-orang terkenal di Indonesia.
Pada siang itu, Ibu KaDep memohon kepada yang berwenang yaitu Menteri Kesehatan agar rumah sakit ini seyogyanya diberi nama RS. Dr. Sukaman. Sekaligus menghimbau Direktur Utama untuk meneruskan permohonan ini kepada yang berwenang. Singkat kata, pada giliran pidatonya Dr. Hananto Andriantoro SpJP, FIHA, Dirut RSJPDHK, sangat mendukung gagasan tersebut untuk diteruskan ke atasannya yang bersangkutan. Dr. Hananto juga nantinya menjelaskan bahwa akreditasi  rumah sakit akan terus berlanjut menuju akreditasi internasional sesuai dengan tuntutan jaman. Kita semua harus bersama-sama mengerahkan tenaga dan pikiran mensukses-kan visi dan misi rumah sakit sesuai dengan jadwal waktunya. Dirut juga berjanji bahwa rumah sakit ini akan dijadikan Home Sweet Home-nya Departemen Kardiologi FKUI.
Ibu D. Bustanil Arifin dalam pidatonya tentang rumah sakit ini menceritakan tentang peranan seorang pasien jantung, Yance Lim yang telah berhasil dioperasi jantungnya oleh Dr. M.E. DeBakey, ahli bedah jantung dari Bailor College, Houston, USA. Pasien tersebut dapat membawa ahli bedah jantung dunia tadi berkunjung ke Indonesia. Pada gilirannya menghadap Bapak Presiden RI dan Ibu Tien Soeharto didampingi Dr. Soewardjono Menteri Kesehatan dan Ibu Bustanil Arifin. Di sinilah Dr. DeBakey menjelaskan perlunya bangsa Indonesia juga memiliki sebuah rumah sakit jantung dengan prototipenya adalah The Methodist Hospital di Houston tetapi kekurangan-kekurangan yang ada di rumah sakit tersebut harus diidentifikasi dan diperbaiki untuk rumah sakit jantung di Indonesia.
Dr. M. Sidik sebagai wakil Dekan FKUI menjelaskan bahwa Depatemen ini adalah merupakan departemen yang tervaforit di FKUI sebagai tempat pendidikan kedokteran sekaligus peningkatan peminatnya untuk studi lanjut sangat nyata. Departemen ini telah menunjukkan elan vitale-nya dengan menghargai Dr. Sukaman sebagai pahlawannya. Beliau mensitir kata-kata Soekarno: “Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai jasa-jasa para pahlawannya” dan itu telah nyata dibuktikan oleh Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI.
Pada acara Serah Terima Sertifikat Akreditasi dari Prof. Harmani Kalim, Ketua Kolegium Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah kepada Prof. Ganesja M. Harimurti; Kepala Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI/PJNHK, Prof. Harmani memuji kinerja Departemen yang dalam hal ini dimotori oleh Dr. Poppy S. Roebiono yang telah dibantu oleh 18 Staf departemen dan 20 PPDS yang telah menghabiskan kira-kira 3000 jam kerja. Apabila 1 jam kerja diberi upah 10 USD (tarif minimum untuk pekerja umum, profesional taripnya tentu saja lebih tinggi) seperti di negerinya Paman Obama, maka paling sedikit harus disiapkan dana 30.000 USD untuk setiap pekerja, wow betapa besarnya sumbangan mereka yang berperanan di situ.
Akreditasi dengan nilai A ini tidak mudah dicapai untuk sentra pendidikan mana saja di Indonesia karena harus mendapatkan nilai diatas 80 untuk masing-masing dari 9 standar penilaian, oleh karena itu Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI dapat dipakai sebagai National Benchmark, semoga di tahun 2016 mampu mencapai lembaga pendidikan yang berkelas dunia.
Sementara itu, alunan paduan suara yang mempesona itu sesekali membuat merinding juga, bahkan bergetar saat dentuman genderang pada penggalan lagu Indonesia Raya. Terasa keindahannya paduan suara tersebut berhasil menyentuh dimensi ke-3 jiwa yang dalam, setidaknya menurut pandangan Kardiologi Kuantum, pengamat mind and spirit dibidang kardiovaskular dengan pandangannya yang holistik-ekliktik, memilih yang terbaik dari suatu keseluruhan. Tidaklah heran kalau Sang Konduktor mendapat kecupan sayang di pipinya dari KaDep yang cantik dan murah senyum dipenggal waktu itu dan nyaris mendapat standing ovation karena penampilannya yang sangat prima! Sic.
Prof. Dr.dr. H. Idris Idham, SpJP(K), FIHA, FESH, FACC, FASCC, mungkin karena panjangnya gelar, beliau sangat pede dan gagah berani presentasi tanpa dikawal ketat oleh moderator dan time keeper yang disiplin, justru di situlah penampilannya sangat prima dalam memperkenalkan “kehadiran” Si Bintang Kembar  telmisartan + amlodipin dengan empat kemasannya yang istimewa itu kata narasumber.
Pertanyaan dari ‘moderator’ kepada prinsipalnya pasca acara, mengapa bintang-kembar? yang dijawab oleh narasumber yang selalu tersenyum itu bahwa Bintang Kembar mengandung bintang-bintang di kelasnya yaitu amlodipin dan telmisartan, keduanya berpadu dalam melodi penuh harmoni di dalam sebuah kemasan obat. Kekurangan amlodipin diisi dengan kelebihan telmisartan dan “mahal”-nya harga telmisartan dikurangi dengan di-”gratis”-kannya harga amlodipin, inilah makna sebuah harmoni agar pasien dapat beradaptasi dengan harga obat yang terjangkau untuk menjamin kontinuitas kesehatannya. Diskusi post-marketing ini pasti dalam suasanya ecstasy (thrills of the heart) akibat kenikmatan musik yang masih menggema secara kolektif dalam dimensi-3 tersebut sehingga mempengaruhi kinerja cipta, penalaran dan pengertian angan-angan manusia sebagai sentra vitalitas utama dalam jiwanya.
Prof. Idris telah gamblang menjelaskan pada monoterapi amlodipin bisa terjadi pembengkakan kaki pasien karena pelebaran arterinya tidak diikuti dengan pelebaran vena sehingga cairan venanya merembes keluar pembuluh. Pada kombinasi amlodipin dan telmisartan peristiwa pembengkakan kaki itu tidak terjadi karena pelebaran arteri yang menurunkan tekanan darah itu diikuti dengan pelebaran sistim venanya sekaligus meningkatkan kinerjanya sebagai obat anti hipertensi.

Foto barisan atas: Prof. Ganesja M. Harimurti, Ibu D. Bustanil Arifin dan Dr. M. Sidik
Foto barisan bawah: Dr. Hananto Andriantoro, Prof. Dr.dr. H. Idris Idham dan Prof. Harmani Kalim.

Puncak acara ini adalah pembukaan selubung Patung Pak Kaman dan pengguntingan pita oleh Prof. Ganesja didampingi Dr. Hananto, Ibu D. Bustanil Arifin, Prof. Asikin, Prof. Lily, Dr. Syukri dan Ibu Prof. Dede, Dr. Frans Santosa SpJP sebagai wakil dari IDI, dan hadirin lainnya. Dan akhir aca-ra ditutup dengan foto bersama dan makan siang bersama.

Budhi Setianto

Gelar 21st ASMIHA yang Spektakuler

ASMIHA yang ke 21 ini memang luar biasa! Selain jumlah peserta yang mencapai 1700 orang, acara ilmiah yang digelar juga pas untuk semua kalangan. Ada acara khusus untuk dokter umum dan dokter keluarga, yang meliputi pengetahuan praktis penanganan penyakit jantung dan pembuluh darah di pelayanan primer. Ada pula presentasi subspesialistis yang mutakhir bagi para spesialis jantung dan pembuluh darah. Tak kalah pentingnya, presentasi tentang pencegahan penyakit tidak menular khususnya penyakit kardiovaskular yang sangat penting diketahui oleh kalangan medis dalam menyongsong target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 nanti. Acungan jempol patut diberikan kepada panitia penyelenggara, dibawah pimpinan Dr. dr. Ismoyo Sunu, SpJP(K), FIHA dan dr. Anna Antonia Lukito SpJP(K), FIHA.

Kerja keras Panitia inilah yang berhasil membuat 21st ASMIHA sukses.

Pujian juga datang dari para tamu dari luar negeri yang disampaikan melalui e-mail pasca ASMIHA, mereka merasa sangat puas dengan pelayanan panitia dan  memuji keberhasilan 21st ASMIHA. Prof. Sydney Smith President World Heart Federation (WHF) bahkan menyatakan: “Saya mendarat jam 13.00 dan tiba di Ritz Carlton dua jam kemudian, saya masih sempat menata slide untuk presentasi jam 16.00. Imigrasi saya lewati begitu saja, berkat persiapan panitia penjemputan. Baru sekali ini saya merasakan pelayanan yang sungguh luar biasa!”
Hadir dua Direktur Jenderal Kementrian Kesehatan RI, yaitu dr. Supriyantoro, SpP(K), MARS, Dirjen Bina Upaya Kesehatan yang berkenan membuka 21st ASMIHA, dan Dirjen Pencegahan Penyakit dan Pengendalian Lingkungan Prof. Dr. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS yang berbicara dalam symposium khusus Program Pencegahan Penyakit Tidak Menular.
Indonesian Women Cardiologist (IWoC) juga tak mau ketinggalan ambil bagian, mereka memerahkan ruangan. Melalui program “Go Red for Women”, mereka membahas tuntas masalah kesehatan jantung pada perempuan. Konferensi Pers dibuat oleh dr. Nako SpJP, FIHA, menampilkan tokoh IWoC dr. Liliek Murtingsih, SpJP, FIHA bersama tokoh Yayasan Jantung Indonesia ibu Mia Hanafiah. Misinya adalah memasyarakatkan program peduli jantung bagi kaum hawa, terutama dalam menyongsong Hari Jantung se Dunia 29 September 2012 nanti yang focus pada perempuan dan anak-anak.
Acara yang menggetarkan hati di hari Jum’at sore adalah Konvokasi: penerimaan anggota baru Fellow Indonesian Heart Association (FIHA). Prosesi dengan toga FIHA berjalan anggun, diawali oleh dr. Suryadharma, SpJP(K) yang membawa pataka PERKI diikuti Ketua PERKI, para tokoh PERKI, President WHF, Vice President European Society, President National Heart Association of Malaysia dan 28 orang Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah serta 4 orang Spesialis Bedah Toraks Kardiovaskular baru. Acara berlangsung khidmat. Yang istimewa adalah pemberian gelar FIHA kepada dr. Marteen Yan Cramer PhD, seorang Cardiologist, Associate Professor dari Utrech Medical Center, Netherland. Pemberian gelar FIHA ini dilakukan menjawab permohonannya, dan setelah mengevaluasi perannya dalam memberikan pelatihan imaging dan echocardiografi kepada kolega kita dr. Arief Nugroho, SpJP staf dari Universitas Diponegoro / RS dr. Kariadi, Semarang. Tentu semua ini dilakukan dengan persetujuan para tokoh PERKI dalam business meeting malam sebelumnya. Sebagai peranakan Belanda-Jawa, tentu pemberian gelar FIHA ini sangat membahagikan dirinya.
Acara Young Investigator Award juga tidak kalah menariknya. Dr. Teguh W. Purnomo PPDS Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Universitas Airlangga-Surabaya berhasil mengalahkan ketujuh saingannya. Studi ilmu kedokteran dasar berjudul: The Effects of Soot Particulate Matter on Malondialdehyde (MDA) Level and Expression of Nuclear Factor Kappa B (NF-KB) and in Mechanism of Cardiovascular Disorders, amat menarik dan disampaikan dengan   tenang dalam bahasa Inggris yang fasih.  Semoga dalam YIA Federation Asean Society Cardiology di Singapura bulan Juli nanti ia berhasil menjadi juara!
Acara hiburan yang merupakan ajang reuni para kolega juga menyenangkan. Prof. Sasko Kedev President Macedonian Cardiac Society tampil menceriterakan pengalamannya menaklukkan 7 gunung dunia, termasuk Himalaya dan puncak Jaya di Papua. Pada akhir ceritanya ia berpesan: “hidup ini sangat pendek, jangan lewatkan waktu untuk terus berkarya”. Malam santai yang dipandu oleh Bob Tutupoli diiringi dengan alunan lagu-lagu lama, berhasil mengurangi kelelahan para peserta yang seharian dijejali presentasi ilmiah. Dalam acara ini beberapa cabang PERKI menampilkan tarian dan nyanyian yang dibawakan oleh para PPDS.






Foto berurutan: Dr. MJ. Cramer, PhD bangga menerima FIHA; Konferensi Pers mendukung program “GO RED FOR WOMEN” di Indonesia; Sebagian anggota IWoC berpose bersama; Para FIHA baru berpose bersama para tokoh PERKI dan tamu kehormatan PERKI; Ketua PP PERKI bersama Ketua Kolegium, Vice President ESC dan president WHF.

Semoga ASMIHA yang akan datang berlangsung lebih sukses lagi.

dr. Anna Ulfah Rahajoe, SpJP(K), FIHA