pita deadline

pita deadline

Selasa, 20 Maret 2012

Perempuan Harus Peduli Kepada Kaumnya

Sebagian anggota paguyuban IWOC dari seluruh wilayah Indonesia berkumpul di Restoran Pinang Bistro Mega Kuningan, 25 Februari 2012, menjelang acara InaSH.

PADA suatu hari mantan Presiden Malaysian Heart Association Dr. Robayah mengadakan pertemuan di Kuala Lumpur, untuk membicarakan masalah penyakit jantung pada perempuan. Tiga Presiden Heart Association (Filipina, Thailand dan Indonesia) yang kesemuanya perempuan, ditambah satu orang spesialis jantung perempuan dari Singapura diminta mempresentasikan kondisi penyakit jantung dan faktor risiko terkait di negara masing-masing.
Tentu presentasi ini menjadi unik, Singapura yang berpenduduk kurang dari 5 juta tampil dengan data-data yang lengkap, dan upaya prevensi yang telah menjangkau seluruh penduduk. Meskipun jumlah penduduknya kecil, tetapi mereka telah berhasil memecahkan record dunia, mendemontrasikan Resusitasi Jantung Paru oleh ribuan orang awam pada satu sesi! Indonesia yang penduduknya paling besar, tentu tidak mau kalah, tampil dengan data favorit “Riset Kesehatan Dasar 2007” Kementerian Kesehatan RI.
Kenapa masalah penyakit kardiovaskular menjadi perhatian para ahli jantung perempuan, khususnya di Negara ASEAN?
WHO melaporkan pada tahun 2005 sekitar 2,6 juta penduduk sepuluh negara ASEAN meninggal akibat penyakit tidak menular, dan setengahnya kaum perempuan. Jumlah tersebut merupakan 61,5% dari total kematian. Diproyeksikan pada tahun 2030 nanti jumlah kematian ini akan mencapai 4,2 juta.
Dalam laporan tahun 2011, WHO mendapatkan data kematian tahun 2004 dan 2008 sebagaimana terlihat pada tabel 1. Apakah penurunan kematian akibat penyakit tidak menular yang terjadi di empat negara ASEAN (kecuali Thailand) merupakan keberhasilan upaya prevensi dan pengobatan, ataukah karena koleksi data yang kurang akurat, sulit dijawab, karena memang tidak semua kematian dilaporkan dan diotopsi.

Perempuan di negara ASEAN seringkali mengabaikan kesehatan dirinya, kesehatan suami dan anak-anaknya lebih mereka prioritaskan. Pengobatan alternatif lebih mereka sukai, dibanding pengobatan modern yang dianggap menakutkan. Mereka enggan memeriksakan diri, dan sangat bergantung pada dorongan suami atau anak-anaknya untuk pergi ke rumah sakit. Sialnya, keluhan penyakit jantung iskemik pada perempuan sering tidak spesifik, sehingga mungkin terabaikan oleh para klinisi. Umumnya, penyakit jantung iskemik pada wanita timbul pada usia yang lebih tua daripada kaum lelaki. Ini semua mengakibatkan angka kematian yang lebih tinggi pada kaum perempuan ketika terjadi serangan jantung.

Gambar 1. Kematian akibat Penyakit Tidak Menular pada Perempuan per 100,000 (2008). Sumber: World Health Statistics Reports 2011 and 2010 assessed at www.who.int/whosis on 20th December, 2011

WHO juga melaporkan bahwa, penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus merupakan penyebab kematian utama pada perempuan ASEAN, melebihi penyakit kanker (gambar 1).
Kemajuan sosial ekonomi dan urbanisasi di suatu negara yang tidakdibarengi dengan upaya prevensi dan promosi penyakit kardiovaskular, memang sangat berpotensi terhadap peningkatan penyakit kardiovaskular. Salah satu contoh adalah kenaikan prevalesi berat badan berlebih dan obese serta tekanan darah tinggi (gambar 2).
Gambar 2. Perubahan Prevalensi Faktor Risiko Kardiovaskular di Indonesia
(1995-2010). Sumber: World Health Statistics Reports 2011 and 2010 assessed at www.who.int/whosis on 20th December, 2011

Meskipun angka perokok aktif pada perempuan ASEAN lebih rendah dibandingkan dengan negara barat, tetapi mereka seringkali menjadi perokok pasif, baik di rumah maupun di lingkungan luar rumah. Kaum perempuan juga lebih jarang melakukan kegiatan olah raga, mereka disibukkan dengan mengurus anak dan memasak makanan untuk keluarga.
Untuk menggugah kepedulian para dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah perempuan (kini jumlahnya sekitar 85 orang) terhadap kaumnya, maka mereka bergabung dalam paguyuban Indonesian Women Cardiologist (IWoC). Mudah-mudahan paguyuban ini benar-benar menjadi motor penggerak upaya pencegahan penyakit kardiovaskular di wilayah kerja masing-masing.

Dr. Anna UlfahRahajoe, SpJP(K)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar