pita deadline

pita deadline

Rabu, 26 Oktober 2011

Implikasi Prognostik Sensitivitas Barorefleks pada Pasien-pasien Gagal Jantung di Era Penyekat Beta

SENSITIVITAS refleks baroreseptor laju jantung tidak secara sederhana mencerminkan substrat patofisiologik gagal jantung. Terdepresinya sensitivitas barorefleks memberi informasi independen tentang prognosa yang tidak dipengaruhi oleh modifikasi disfungsi autonomik yang disebabkan oleh penyekat beta. Demikian kesimpulan Maria Teresa La Rovere dkk dalam laporan studinya di Journal of American College of Cardiology, baru-baru ini.
Tujuan studi tersebut adalah untuk meneliti hubungan klinik dan nilai prognostik baroreceptor-heart rate reflex sensitivity (BRS) di antara pasien-pasien dengan gagal jantung yang mendapatkan dan tidak mendapatkan penyekat beta.
Telah diketahui bahwa kelainan pada refleks autonom memainkan peran penting dalam perkembangan dan progresifitas gagal jantung. Masih sedikit penelitian yang telah menilai efek penyekat beta terhadap BRS pada penderita gagal jantung.
Populasi penelitian meliputi 103 pasien gagal jantung stabil, usia (median [kisaran interquartile]) 54 tahun (48 sampai 57 tahun), dengan kelas fungsional New York Heart Association (NYHA) > III pada 22, dan dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) 30% (24% sampai 36%), diobati dengan penyekat beta; dan 144 pasien yang tidak diobati, usia 55 tahun (48 sampai 60 tahun), dengan kelas fungsional NYHA > III pada 47%, dan LVEF 26% (21% sampai 30%). Semua pasien itu menjalani uji BRS (dengan teknik fenilefrin).
Pada kedua kelompok pasien, baik yang diobati maupun yang tidak diobati, nilai BRS yang lebih rendah berhubungan dengan kelas fungsional NYHA yang lebih tinggi (> III) (berturut-turut p = 0,0002 dan p < 0,0001); regurgitasi mitral yang lebih parah (>2) (berturut-turut p = 0,007 dan p = 0,0002); LVEF yang lebih rendah (berturut-turut p = 0,0004 dan p = 0,001), interval RR baseline (berturut-turut p = 0,0004 dan p = 0,0002), dan SDNN (berturut-turut p < 0.0001, p = 0.002); serta nitrogen urea darah yang lebih tinggi (berturut-turut p = 0,004, p < 0,0001). Variabel klinik menjelaskan menjelaskan hanya 43% variabilitas BRS diantara pasien-pasien yang diobati dan 36% pasien yang tidak diobati. Selama median follow-up 29 bulan, berturut-turut 17 dari 103 pasien dan 55 dari 144 pasien mengalami kejadian kardiak. Terdepresinya BRS (<3,0 ms/mmHg) secara signifikan berhubungan dengan outcome, yang tidak dipengaruhi oleh peramal risiko yang telah diketahui serta pengobatan penyekat beta (adjusted hazard ratio: 3,0 [95% confidence interval: 1,5 sampai 5,9], p = 0,001).
(J Am Coll Cardiol 2009; 53: 193-99)
Cholid T Tjahjono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar